Ekspektasiku Melemahkan Semangatku
Oleh : Finka Maysintha
Namaku
Aluna, seorang pelajar SMA yang sedang memperjuangkan impianku untuk dapat
menjadi mahasiswa di salah satu universitas terbaik di kotaku. Setelah melalui
proses panjang, tibalah saat dimana pengumuman SBMPTN. Sama seperti pendaftar
lainnya, aku juga mengharapkan kesempatan untuk dapat lolos di perguruan tinggi
yang aku inginkan. Pukul 15.00, aku membuka laman pengumuman dengan perasaan
yang tak menentu, dengan jantung yang berdetak lebih cepat. Aku segera login
dengan meramalkan doa sebagai pengantar aku membuka pengumuman. Seperti yang
kuharapkan, terpampang dengan jelas ikon warna hijau dengan kata “SELAMAT ANDA
LOLOS SBMPTN 2020”.
Anganku
semakin memuncak dengan ekspektasi yang semakin meninggi. Ekspektasiku mengenai
dunia perkuliahan sama halnya dengan cerita wattpad,
novel, bahkan film yang pernah kulihat. Mendengarkan dosen sembari duduk manis,
memakai pakaian bebas sesuai ootd,
mengikuti ospek dengan bayangan bisa bertemu dengan kakak tingkat yang bisa
menarik perhatianku, serta tak lupa menjadi bagian organisasi yang bisa turun
ke lapangan. Sayangnya, hari pertama aku berganti peran menjadi seorang
mahasiswa pandemi Covid-19 mulai merajalela. Ekspektasiku sebagai seorang
mahasiswa menjadi sirna karena pemerintah menerapkan sistem pembelajaran online.
Hari
ini, aku merasa sedih dan bertanya mengapa aku tidak bisa merasakan pergantian
peranku secara nyata. Sekarang perkuliahanku dilakukan dengan jarak yang
terbentang jauh tanpa adanya tatap muka langsung. Bertemu dengan dosen dan
teman hanya melalui laptop dan gawai. Ini semua benar-benar tidak sesuai dengan
harapanku. Semangatku menurun dan tingkat kemalasanku menjadi meningkat. Saat
perkuliahan berlangsung, aku hanya melihat layar dan beberapa saat kemudian aku
terlelap dalam tidurku. Selain itu, saat pengumpulan tugas pun aku terbiasa
dengan pengumpulan yang melebihi batas waktu, sampai-sampai aku merasa
tersindir saat salah satu dosen memperingatkan ketentuan pengumpulan tugas.
“Kalian
kan sudah tidak SMA lagi, sudah menjadi mahasiswa harusnya bertanggung jawab
dengan tugas yang diberikan. Kalau sudah dijadwalkan dikumpulkan tanggal
sekian, ya kumpulkan sesuai waktunya jangan melebihi batas maksimal. Yang butuh
nilai tuh kalian, bukan saya. Jadi kalian harus mandiri dan jangan
menyepelekan”.
Beberapa
bulan kemudian, tiba saatnya hasil studi selama 1 semester diberikan. Saat itu
juga aku sangat shock, karena nilai
IPK ku sangat rendah. Aku tak tahu, apa yang harus kukatakan pada ayah ibuku.
Pada jam makan malam, dengan rasa gugup aku memberanikan diri untuk
memberitahukan tentang nilai IPKku yang telah keluar.
“Emmm…
ayah, ibu aku ingin memberitahu kalian mengenai hasil studi semester 1”, ujarku
dengan penuh ketakutan.
“Nilai
IPKmu pasti bagus kan Nak? Karena ayah lihat kamu bersungguh-sungguh kuliah
walaupun secara daring sampai tidak pernah keluar kamar”, jawab ayahku.
“Maaf
yah, karena pembelajaran online ini Aluna tidak mempunyai semangat untuk kuliah.
Kadang, saat perkuliahan Aluna malah tertidur bahkan sampai lupa absen”,
jawabku sembari menundukkan kepala.
“Apa
Aluna? Ayah dan Ibu banting tulang untuk menguliahkanmu, tetapi kamu malah
seenaknya saat perkuliahan. Dimana tanggung jawabmu sebagai mahasiswa Aluna?!”
tanya ayah dengan intonasi yang keras.
“Maaf
Ayah, Aluna tidak akan mengulanginya lagi. Aluna janji semester depan IPK Aluna
akan lebih baik lagi”.
“Ayah
pegang kata-kata kamu. Kalau sampai nilai IPKmu tidak ada perubahan, atau
bahkan menurun, gak usah kuliah lagi!”
Sejak
saat itu, tiap malam aku merenung atas semua yang sudah aku lakukan selama
pembelajaran online ini. Aku mengakui
bahwa aku terkesan menyepelekan tiap kali dosen menjelaskan, tertidur saat
perkuliahan, dan bahkan mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Aku semakin sadar
ketika keesokan harinya pergi bersama ibu ke pasar. Di lampu merah aku melihat
ada anak yang mungkin sebayaku sedang menulis dengan pakaian yang begitu kotor.
Di situ aku sadar bahwa pembelajaran online
adalah suatu tantangan yang harus kutaklukan, bukan malah menyurutkan
semangatku dalam berkuliah. Aku harap pandemi ini segera berakhir dan semua
aktivitas termasuk perkuliahanku dapat kembali normal.