Jumat, 11 Juni 2021

Fiksi: Cerpen

             Ekspektasiku Melemahkan Semangatku

Oleh : Finka Maysintha

Namaku Aluna, seorang pelajar SMA yang sedang memperjuangkan impianku untuk dapat menjadi mahasiswa di salah satu universitas terbaik di kotaku. Setelah melalui proses panjang, tibalah saat dimana pengumuman SBMPTN. Sama seperti pendaftar lainnya, aku juga mengharapkan kesempatan untuk dapat lolos di perguruan tinggi yang aku inginkan. Pukul 15.00, aku membuka laman pengumuman dengan perasaan yang tak menentu, dengan jantung yang berdetak lebih cepat. Aku segera login dengan meramalkan doa sebagai pengantar aku membuka pengumuman. Seperti yang kuharapkan, terpampang dengan jelas ikon warna hijau dengan kata “SELAMAT ANDA LOLOS SBMPTN 2020”.

Anganku semakin memuncak dengan ekspektasi yang semakin meninggi. Ekspektasiku mengenai dunia perkuliahan sama halnya dengan cerita wattpad, novel, bahkan film yang pernah kulihat. Mendengarkan dosen sembari duduk manis, memakai pakaian bebas sesuai ootd, mengikuti ospek dengan bayangan bisa bertemu dengan kakak tingkat yang bisa menarik perhatianku, serta tak lupa menjadi bagian organisasi yang bisa turun ke lapangan. Sayangnya, hari pertama aku berganti peran menjadi seorang mahasiswa pandemi Covid-19 mulai merajalela. Ekspektasiku sebagai seorang mahasiswa menjadi sirna karena pemerintah menerapkan sistem pembelajaran online.

Hari ini, aku merasa sedih dan bertanya mengapa aku tidak bisa merasakan pergantian peranku secara nyata. Sekarang perkuliahanku dilakukan dengan jarak yang terbentang jauh tanpa adanya tatap muka langsung. Bertemu dengan dosen dan teman hanya melalui laptop dan gawai. Ini semua benar-benar tidak sesuai dengan harapanku. Semangatku menurun dan tingkat kemalasanku menjadi meningkat. Saat perkuliahan berlangsung, aku hanya melihat layar dan beberapa saat kemudian aku terlelap dalam tidurku. Selain itu, saat pengumpulan tugas pun aku terbiasa dengan pengumpulan yang melebihi batas waktu, sampai-sampai aku merasa tersindir saat salah satu dosen memperingatkan ketentuan pengumpulan tugas.

“Kalian kan sudah tidak SMA lagi, sudah menjadi mahasiswa harusnya bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Kalau sudah dijadwalkan dikumpulkan tanggal sekian, ya kumpulkan sesuai waktunya jangan melebihi batas maksimal. Yang butuh nilai tuh kalian, bukan saya. Jadi kalian harus mandiri dan jangan menyepelekan”.

Beberapa bulan kemudian, tiba saatnya hasil studi selama 1 semester diberikan. Saat itu juga aku sangat shock, karena nilai IPK ku sangat rendah. Aku tak tahu, apa yang harus kukatakan pada ayah ibuku. Pada jam makan malam, dengan rasa gugup aku memberanikan diri untuk memberitahukan tentang nilai IPKku yang telah keluar.

“Emmm… ayah, ibu aku ingin memberitahu kalian mengenai hasil studi semester 1”, ujarku dengan penuh ketakutan.

“Nilai IPKmu pasti bagus kan Nak? Karena ayah lihat kamu bersungguh-sungguh kuliah walaupun secara daring sampai tidak pernah keluar kamar”, jawab ayahku.

“Maaf yah, karena pembelajaran online ini Aluna tidak mempunyai semangat untuk kuliah. Kadang, saat perkuliahan Aluna malah tertidur bahkan sampai lupa absen”, jawabku sembari menundukkan kepala.

“Apa Aluna? Ayah dan Ibu banting tulang untuk menguliahkanmu, tetapi kamu malah seenaknya saat perkuliahan. Dimana tanggung jawabmu sebagai mahasiswa Aluna?!” tanya ayah dengan intonasi yang keras.

“Maaf Ayah, Aluna tidak akan mengulanginya lagi. Aluna janji semester depan IPK Aluna akan lebih baik lagi”.

“Ayah pegang kata-kata kamu. Kalau sampai nilai IPKmu tidak ada perubahan, atau bahkan menurun, gak usah kuliah lagi!”

Sejak saat itu, tiap malam aku merenung atas semua yang sudah aku lakukan selama pembelajaran online ini. Aku mengakui bahwa aku terkesan menyepelekan tiap kali dosen menjelaskan, tertidur saat perkuliahan, dan bahkan mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Aku semakin sadar ketika keesokan harinya pergi bersama ibu ke pasar. Di lampu merah aku melihat ada anak yang mungkin sebayaku sedang menulis dengan pakaian yang begitu kotor. Di situ aku sadar bahwa pembelajaran online adalah suatu tantangan yang harus kutaklukan, bukan malah menyurutkan semangatku dalam berkuliah. Aku harap pandemi ini segera berakhir dan semua aktivitas termasuk perkuliahanku dapat kembali normal.

Komenk

Komenk 



Puisi: Resah

 Resah

Raihan Ma’ruf D.I

 

Malam biru berkawan bulan setengah.

Binar indah bunga api merah.

Jadi penutup kisah dan awal sebuah resah.

 

Sekilas bayang memandang hitam.

Di bibir jalanan tempat pejalan kaki berdiri.

Menanti dia yang sudah sendiri.

Sendiri dia yang menanti sudah pergi.

 

Sepasang mata yang dulu sampaikan dogmanya pada hati.

Kini berbalik dan mulai membuka kembali dialektika soalan lama.

 

Bisakah kamu melogikakan rasa?

Menjadikan satu antara benci dan cinta?

Atau menempatkan dua cinta dalam satu hati?

Atau jadikan hati sebagai tempat dua benci?

 

Dialog panjang berjalan sepanjang jalan.

Hati tetap ingin percaya, walaupun mata sudah berbicara.

 

Puisi: Kala Itu

 Kala Itu

Oleh: Tarisa Rohma Pramesi

 

Kala itu

Saat dunia dihantui wabah

Digetarkan perasan gelabah

Generasi kita mulai resah

Resah akan masa depannya

Yang mungkin tak kan berlangsung indah

Ketidakpastian menumbuhkan amarah

Seakan-akan kita terbelenggu di rumah

Terbungkam, dan tak tau arah

 

Walau lelah

Adaptasi pun dilakukan dengan susah payah

Walau bosan

Pendidikan pun harus tetap berlajan

Untuk mengurangi kebodohan

Mengatasi ketertinggalan

 

Apa boleh buat?

Bosan harus segera dijajah

Kita yang resah harus mulai merekah

Dengan semangat yang bergairah

Dari rumah

Untuk melanjutkan amanah

Untuk masadepan yang lebih cerah

Puisi: Keluhan Tanpa Makna

Keluhan Tanpa Makna

Oleh: Anggun Suryaningsih

 

Bosan aku menatap layar

Menatap wajah via virtual

Menyapa tanpa raga

Mengobrol tanpa bersua

 

Jari-jari dengan lincah menari di layar

Membuka aplikasi berwarna hijau

Dengan harap hari ini tiada pesan berisi tugas

Namun sayangnya, harapan hanyalah harapan

 

Tugas tak henti menjadi makanan setiap hari,

Layar ponsel tak pernah mati

Untuk pastikan,

Tiada tugas yang tertinggal kali ini

 

Keluhku seketika tak bermakna

Karena tak hanya aku yang merasakannya

Semua orang pun sedang berusaha

Berjuang untuk tetap bisa mengikuti pembelajaran daring