Pakaian
sebagai media komunikasi
Pakaian
merupakan media komunikasi yang penting. stone mengemukakan, pakaian
menyampaikan pesan. Pakaian bisa dilihat sebelum kata-kata terdengar. Pesan
yang dibawa oleh pakaian bergantung pada sejumlah variabel, seperti latar
belakang budaya, pengalaman dan sebagainya. Sebagai media yang komunikatif,
pakaian memiliki beberapa fungsi. Kefgen dan Specht menyebutkan ada tiga
dimensi informasi tentang individu yang disebabkan oleh pakaian, yaitu :
1. Pakaian
melambangkan dan mengkomunikasikan informasi tentang emosi komunikator. Hal ini
bisa dilihat dengan adanya istilah-istilah Glad
Rags (pakaian ceria), Widow’s Weed
(pakaian berkabung), dan Sunday Clothes
(pakaian hari minggu atau baju santai).
2. Pakaian
juga berpengaruh terhadap tingkah laku pemakainya sebagaimana juga tingkah laku
orang yang menaggapinya.
3. Pakaian
berfungsi untuk membedakan sesorang dengan orang lain atau kelompok satu dengan
kelompok lainnya.
Zweig
mengemukakan, kelompok umur yang berbeda akan membedakan pula kebiasaan mereka
dalam hal berpakaian. Remaja usia 20-25 tahun akan membelanjakan uangnya untuk
membeli pakaian dua kali dibanding orang yang berusia 40-45 tahun, dan tiga
kali dibanding orang tua 65-70 tahun. Anak-anak muda biasanya menggunakan
pakaian yang bervariasi dan mencolok, sedangkan orang tua lebih suka memakai
pakaian yang sederhana dan kuno. Dosen-dosen muda biasanya enggan memakai baju
yang menunjukkan identitasnya sebagai pegawai negeri, sementara senior hampir
setiap hari menggunakan safari.
Pakaian
sebagai media komunikasi dibuktikan pula lewat penelitian gibbins (1969).
Menurut Gibbins, ada kategori pengertian yang dapat ditimbulkan. Pertama fashionability, derajat penerimaan orang
lain terhadap pakaian seseorang sebagai masa kini, cerah, dan cantik. Kedua sociability, derajat dimana pakaian
dapat menjelaskan peran sosial pemakaian dan membuatnya tampak feminim atau
maskulin. Ketiga formlity, derajat
yang menentukan apakah pakain seseorang akan membuatnya tampak resmi atau
santai.
Reed
(1973) menggunakan metodologi lain untuk melukiskan kategori pakaian, sikap dan
karakteristik kepribadiannya, hasilnya terbagi dalam empat kategori yaitu :
1.
Fashion
Wanita
kategori ini memilki perhatian besar kepada pakaian, dan membelanjakan sejumlah
besar penghasilannya untuk pakaian. Kebanyakan wanita seperti ini cenderung
tidak sependapat dengan kedua orang tuanya dalam masalah sosial, tidak menyukai
kegiatan religius, cenderung menganut filosofis new left, tetapi mereka gemar terlibat program kemanusiaan.
2.
Low
fashion
Termasuk
dalam kategori ini adalah wanita yang menginginkan dirinya dianggap menarik.
Kelompok ini cenderung moderat.
3.
Non-fashion
Wanita
non-fashion berasal dari latar
belakang sosial ekonomi rendah. Mereka lebih dogmatis, konservatif dalam
politik, dan cenderung bersikap machhiavelli.
4.
Counter
fashion
Kategori
terakhir ini terdiri dari wanita-wanita muda yang paling tidak tertarik pada
pakaian. Mereka dipandang sebagai orang yang individualistik, berhati-hati,
lembut, sabar, gelisah, dan liberal. Mereka juga menganggap dirinya sebagai
orang yang kurang formal dan kurang sophisticated.
Jadi
dapat disimpulkan, bahwa pakaian selain bisa sebagai media dalam berkomunikasi,
pakaian juga menggambarkan ciri kepribadian seseorang. Dilihat dari bagaimana
seseorang itu berpakaian. Selain itu, pakaian merupakan faktor yang penting
pula dalam membangun kesan pertama. Olek karena itu berpakaianlah yang baik
karena akan bisa menggambarkan pula bagaimana anda berkomunikasi dengan yang
lain.
Anda masuk dalam kategori cara berpakaian yang
mana...............????????
Referensi:
Ahmad,
Sihabuddin. 2011. Komunikasi Antar Budaya (Satu Perspektif Multidimensi).
Jakarta: PT. Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar