Rabu, 27 Juni 2012

Senyum Tulus yang Tak Terlupa


    Minggu, 24 Juni 2012, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi melakukan kunjungan ke Panti Asuhan Sayap Ibu. Kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka melaksanakan proker HMKM yaitu bakti sosial. Anggota Hima yang mengikuti agenda tersebut ada 24 orang. Sebanyak 25 anak ikut bermain bersama kami.
       Ketika sampai disana kami disambut senyum tulus nan indah. Anak-anak itu begitu polos dan lugu.  Senyumnya belum tercemari oleh noda kepalsuan. Hal yang kami lakukan adalah bernyanyi bersama, menyanyikan lagu D’Masive “jangan menyerah,” lagu wali “cari jodoh” dan mereka sangat antusias untuk mengikutinya. Bagi kami kebersamaan kami di Panti meskipun hanya sebentar telah memberikan begitu banyak arti. Tawa mereka begitu indah bahkan mengalahkan teriknya mentari disiang hari. Sang rembulanpun menyembunyikan kecantikannya karena tawa itu telah menjadi berlian di gumpalan awan kelabu. Mereka tetap bersyukur dan mereka tidak pernah menyalahkan keadaan. Selain bernyanyi bersama, kami juga mengajak adik-adik disana untuk menggambar. Seorang anak yang aku temui disana bernama Rani, ia kini duduk di kelas 2 SMP. Ia begitu lugu menjawab semua pertanyaanku dan dalam waktu sebentar aku dapat merasakan kebaikan hatinya. Hal yang membuat kami kagum adalah rasa optimisnya untuk meraih mimpi, ia memiliki cita-cita untuk menjadi guru agama islam. Ia selalu bersemangat untuk pergi Sekolah. Anak lain yang aku temui disana bernama Feri. Ia anak yang rajin, ketika kami menggambar bersama ia membuang rautan pensil di dalam  kantong plastik. kami terdiam melihat tingkahnya sejenak, hanya serbuk rautan pensil saja ia buang di kantong plastik. Melihat hal tersebut, aku yakin bahwa anak-anak itu meskipun memiliki kekurangan namun mereka memiliki sejuta kelebihan. Ada kekuatan besar dalam diri mereka yang akan membuat mereka menjadi orang sukses kelak dan dapat menggenggam mimpi mereka yang tinggi.
       Pengalaman yang kami dapatkan disana tak akan terlupa. Pengalaman itu akan menjadi mozaik indah yang kan memberi warna dan  selalu tersimpan di hati. Senyum dan tawa itu telah mengajarkan kami akan makna ketulusan dan rasa syukur. Biarlah semua itu kan menjadi suatu kenangan manis, bersama keluarga di Hima Sosiologi.

Sabtu, 23 Juni 2012

"BERSAMA SOSIOLOGI,MENCIPTAKAN GENERASI BERPRESTASI"


  Hari Minggu(27/5) Hima Pendidikan Sosiologi mengadakan Lomba Cerdas Cermat Sosiologi(LCCS)seDIY dan Jateng. Lomba ini diikuti oleh 30 sekolah dari DIY dan 13 sekolah dari Jateng dengan total 86 peserta dan 50 guru pendamping. Para peserta merupakan siswa berprestasi dari sekolah masing-masing. Seperti Vita, siswa kelas 11 IPS1 , SMAN1 Prambanan adalah anak yang mendapat nilai sosiologi tertinggi disekolahnya. Baik Vita dan temannya,Dila,sudah gagal dalam babak pertama,merek asenang dapat mengikuti lomba cerdas cermat ini. Menurut mereka butuh kecermatan khusus dalam memahami soal-soal yang sudah diberikan. Mengingat banyak soal yang jawabannya hampir sama dan membingungkan bagi para siswa.Selain itu ada juga presentasi media pembelajaran yang diberikan untuk para guru pendamping.Presentasi ini bertujuan untuk menambah pengetahuan cara mengajar yangl ebih kreatif.Lomba ini dimenangkan oleh MAN1 Yogyakarta sebagai juarasatu,sedangkan untuk juara dua dan juara tiga diperoleh SMA Negeri1 Purworejodan SMA Negeri 1Wonogiri. Selesainya lomba cerdas cermat tahun ini,bukan menjadi suatu pemberhentian sosiologi untuk terus berkarya menciptakan generasi yang berprestas.Lomba ini menghidupkan harapan harapan baru dari generasi muda untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu sosial.

Minggu, 10 Juni 2012

Etika Komunikasi Lintas Budaya


Antropolog Edward T. Hall (1973) berpendapat bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah  budaya. Dengan kata lain, “tak mungkin memikirkan komunikasi tanpa memikirkan konteks dan makna kulturnya” (Kress,1993:13). Implisit dalam konsep komunikasi adalah etika komunikasi yang harus dipenuhi ketika pebisnis berkomunikasi dengan pebisnis lainnya dari budaya yang berbeda. Etika adalah standar-standar moral yang mengatur perilaku kita: bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak (Verderber, 1978:313). Etika biasanya berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna tidak berguna, dan yang harus dilkukan atau tidak boleh dilakukan.
Berbagai aspek etika komunikasi bisnis, seperti bagaimana kita memanggil nama, kenalan, meyapa, berjanji, melakukan presentasi, melakukan negosiasi, melakukan kontrak, semua itu berkaitan dengan budaya. Jadi, tidak ada etika komunikasi bisnis yang universal.
Kerumitan Etika Bahasa Verbal
Etika berbicara, seperti dikemukaakn Lewis (1996) bervariasi dalam bisnis. Misalnya, umumnya orang Jerman dan Swedia adalah pendengar yang baik. Namun tidak demikian halnya dengan orang Italia dan orang Spanyol; mereka malah sering memotong pembicaraan dengan bahasa tubuh dan isyarat tangan yang hidup dan terkesan berlebihan. Di Jepang dan di Finlandia, diam adalah suatau bagaian integral dalam percakapan; jeda dianggap sebagai istirahat, ramah, dan pantas.
Kesulitan bisa muncul saat kita pertama kali betemu dengan calon mitra bisnis, bagaimana kita harus menyapa, menggunakan gelarnya, untuk menghormatinya atau memanggil nama pertamanya supaya cepat dan akrab.

Kerumitan Etika Bahasa Nonverbal
Sebagaimana juga bahasa verbal, bahasa non verbal seperti sikap tubuh, gerak-gerak, sentuhan, ekspresi wajah, senyuman, kontak mata, nada suara, diam, pakaian, penggunaan ruang, konsep waktu, pengendalian emosi, dll yang dianut suatu kelompok budaya juga sangat rumit dan berbeda dari suatu budaya ke budaya lainnya. Baik disadari ataupun tidak, seringkali perilaku-perilaku nonverbal tersebut merupakan bagian dari etika komunikasi yang harus dipenuhi dalam proses komunikasi bisnis.Pesan nonverbal paling bermakna adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata.
Perbedaan Orientasi Nilai Budaya
Dalam negosiasi antarbudaya, proses komunikasi yang terjadi jelas lebih rumit daripada dalam negosiasi dengan orang-orang yang berbeda budaya sama. Dalam hal ini, idealnya negosiasi harus memahami bahasa verbal, bahasa nonverbal dan nilai-nilai lain yang dianut mitra bisnis mereka, sehingga mereka menjadi peka terhadap perbedaan budaya, menyadari bagaimana perbedaan tersebut memengaruhi proses negosiasi yang akan mereka lakukan dari awal hingga akhir (mulai dari perkenalan hingga penandatanganan persetujuan bisnis yang mungkin memakan waktu relatif lama). Problemnya adalah bahwa apa yang dianggap perilaku baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, sopan atau tidak sopan dalam suatu budaya seringkali dipersepsikan berbeda atau bahkan bertentangan dengan budaya lain. Misalnya, mamanggil nama pertama kepada atasan di Indonesia dianggap tidak sopan, seperti juga di Jepang dan di Korea, sementara hal tersebut biasa saja di Amerika atau di Australia.
Tidak berlebihan bila perbedaan-perbedaan dalam orientasi nilai budaya juga dapat menimbulkan kesalah pahaman dalam berbagai perilaku dan presentasi bisnis. Banyak kegagalan manajemen dan bisnis yang dialami para manajer atau pengusaha disebabkan karena ketidak mampuan untuk memahami bahsa verbal, non verbal, dan nilai-nilai yang dianut mitra bisnis mereka. Sikap mereka yang berorientasi pada nilai-nilai budaya sendiri dan kurang memperhatikan nilai-nilai budaya calon mitra bisnis mereka.
Masalah akan timbul bila etika komunikasi suatu pihak dihadapkan kepada pihak lain. Lewis (1996) menggambarkan bagaimana konsep kebenaran berada antara suatu bangsa dengan bangsa lainnya, yang jug dapat berlaku dalam konteks bisnis.
Kerumitan komunikasi didasari oleh fakta bahwa komunikasi manusia bersifat omnipresent (ada di mana-mana). Karena komunikasi manusia itu pelik, maka etika komunikasi manusia juga pelik. Kita biasanya menilai etika komunikasi kita sendiri berdasarkan niat yang kita miliki. Namun ketika kita menilai etika etika komuniakasi orang lain, kita menilai etika komunikasi mereka berdasarkan tindakan-tindakan mereka yang kasat mata. Biasanya niat yang sama mungkin diwujudkan lewat tindakan yang berbeda, atau tindakan yang sama mungkin berdasarkan niat yang berbeda.
Selain itu komuniksai terddiri dari berbagai konteks. Ada komuniksai antarpersonal (dua orang), komuniksai kelompok kecil, komunikasi publik, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan komunikasi anatarbudaya (Tubbs dan Moss, 1994). Pesannya bisa verbal (kata-kata) dan nonverbal seperti ekspresi muka, isyarat tangan, intonasi, bahkan juga diam. Etika komunikasi menjadi musykil karena kita sulit menerapkan suatu standar untuk semua situasi komunikasi, pada setiap waktu dan dalam setiap budaya.
Dalam konteks inilah kita perlu mempelajari etika komuniksi bisnis lintas budaya yang elibatkan komunikasi tatap muka. Kenyataanya, di dunia bisnis kemajuan teknologi komunikasi seperti komputer, internet, konferensi lewat video, dan telepon seluler tercanggih sekalipun, tidak otomatis membuat komunikasi tatap muka tidak penting, karena bentuk komuikasi inilah yang paling sempurna, yang memungkinkan kita memupuk keakraban dan kehangatan dengan sesama kita.
Sehingga komunikasi langsung ini dapat memupuk keakraban dan kehangatan dengan sesama kita. Tanpa komunikasi tatap muka, kemanusiaan kita tereduksi. Kita menjadi terasing dengan lingkungan sendiri dan “linglung”.  Dalam era bisnis abad ke-21, para pebisnis tetap merasa perlu untuk bertemu dan berunding secara tatap muka, meskipun mereka juga menggunakan peralatan komunikasi yang canggih.
 Sumber: Dedy Mulyana. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung.: PT. Remaja Rosda Karya. (Hal. 2-14)

Selasa, 05 Juni 2012

Jadi Mahasiswa Berprestasi



Ada banyak jalan ke Roma. Demikian juga dengan prestasi, tak terhitung jalan untuk menggapainya. Prestasi  dalam dunia kampus, mungkin bisa digolongkan menjadi dua golongan besar, prestasi  akademis dan non akademis.
Jelas,  prestasi akademis menuju pada tingkat kemampuan mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan. Indeks prestasi menjadi standar umum. Namun, indeks prestasi (IP atau IPK) tidak mutlak berlaku dalam lingkup kampus saja.  Kemampuan mahasiswa dalam bidang akademis tentunya bisa dikompetisikan  dalam bidang aplikasi ilmu pengetahuan. Misalnya, kompetisi  ilmiah tingkat mahasiswa.
Dengan indeks prestasi tinggi, mahasiswa juga bisa merebut gelar mahasiswa berprestasi. Efek positif lainnya, mahasiswa bisa menggaet beasiswa dengan lebih mudah dibandingkan mahasiswa yang tergolong biasa-biasa saja. Di banding non akademis  banyak peluang yang bisa dijadikan medium menjadi seorang juara.
Bagaimana caranya? Memahami hal itu, di tiap universitas pun muncul UKM, mulai dari UKM basket, UKM Berkuda, UKM Tari, dll. Bahkan di tingkat jurusan pun berbeda. Jika mahasiswa ingin mempelajari organisasi secara mendalam, mahasiswa bisa bergabung dalam Himpunan Mahasiswa, Badan Ekslusif Mahasiswa (BEM)
Tidak ada salahnya aktif berorganisais di kampus atau mengikuti UKM. Banayak manfaat yang bisa diambil. Selain bertemu teman-teman baru (barang kali jodoh) mahasiswa juga akan mendapartkan pengalaman baru, menggali potensi diri, sekaligus mencarai peluang untuk melangkah menuju prestasi.
Reward terbesar yang diterima seorang mahasiswa tentunya adalah berupa beasiswa. Jalur  menuju beasiswa akan semakin lapang. Demikian pula dengan tawaran pekerjaan dari berbagai perusahaan maupun pemerintahan yang terus bergulir.
Selain itu, jika mahasiswa berani melangkahkan kaki dan maju menuju kompetensi, itu artinya dia sudah mengantongi kemenangan terbesar, yaitu melawan kekauatan pada diri sendiri.  Belum menggapai kemenangan pun tak apa. Namun saat berkompetisi , mental yang tahan uji telah terbentuk.
Mahasiswa yang dihantam dengan berbagai kegiatan justru akan lebih tahan banting dari pada yang sama sekali belum gagal. Namun, ambisi untuk meraih prestasi sebaiknya terus dijaga. Sebab, kemenanagan merupakan buah manis dari setiap perjuanagn. Kemenangan yang diperoleh mahasiswa pun tidak hanya bisa dinikmati diri sendiri, tetapi juga bisa mengajar ke orang lain.
Di mata dosen, seorang mahasiswa berprestasi pun akan dinilai lebih. Namun, pestasi bukan hanya sekadar mengukir gelar atau nama besar. Prestasi yang dikumpulkan mahasiswa tentunya menjadi bekal saat terjun dalam masyarakat. Serangkaian tanggung jawab mengiringi. Nsmun, tak masalah. Sebab mahasiswa yang berkompetisi umumnya memilki mental baja.
Sumber: Kompas/Klasika/Selasa, 29 Mei 2012

Sabtu, 02 Juni 2012

SYARAT DAN KETENTUAN PENTAS BUDAYA


SYARAT DAN KETENTUAN PENTAS BUDAYA

PERATURAN UMUM
      
a.    Peserta terdiri dari siswa SMA atau sederajat
      b.      Peserta diperbolehkan berasal dari sekolah yang berbeda
      c.       Peserta yang Lulus Tahun 2012, diperbolehkan mengikuti event
      d.      Peserta melampirkan Kartu Pelajar
      e.       Peserta mengisi formulir pendaftaran sesuai dengan lomba yang diikuti
      f.       Peserta membayar biaya pendaftaran sesuai dengan lomba yang diikuti
      g.      Peserta datang 10 menit sebelum acara dimulai
      h.      Bagi peserta yang terlambat lebih dari 5 menit, akan didiskualifikasi
      i.        Keputusan Dewan Juri mutlak dan tidak dapat diganggu gugat
      j.        Setiap peserta wajib mengirimkan perwakilannya atau datang langsung untuk mengikuti technical meeting
      k.      Technical Meeting (TM)
-          Hari / Tanggal                 : Minggu 24 Juni 2012
-     Tempat                     : Ruang Ki Hajar Dewantara Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
       l.        Pada saat TM, peserta membawa :
-          Bukti pembayaran (baik pembayaran melalui bank, ataupun pembayaran langsung)
-          Formulir pendaftaran
-          Kartu Pelajar (fotocopy+asli)