Rabu, 11 April 2018
Upacara Tawur Agung : Bentuk Pembersihan Diri
Yogyakarta—Ratusan
Umat Hindu dari berbagai daerah di Indonesia melaksanakan ritual keagamaan
Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Upacara ini
diadakan sejak pagi hingga siang hari sehari sebelum perayaan hari raya Nyepi.
Tujuan di adakannya ritual keagamaan ini sebagai upaya pembersihan diri Umat
Hindu, pembersihan alam semesta dan memohon kelancaran perayaan hari raya Nyepi.
Nyepi merupakan perayaan tahun baru Umat Hindu berdasarkan Penanggalan Saka.
Dalam pelaksanaannya Nyepi memiliki
serangkaian ritual yang dimulai dengan
ritual Melasti atau penyucian diri Umat Hindu dan alam sekitar, Nunastirta atau
pengambilan air dari 108 mata air yang dianggap suci, Mendhak Tirta
di Candi Ratu Boko, Tawur Agung, dilanjutkan dengan di adakannya Mati Geni
(tidak makan, tidak minum, dan tidak beraktivitas) hanya di dalam rumah, Napak Geni dan diakhiri dengan Dharma Santi yaitu saling memaafkan. Salah satu ritual tersebut
yaitu tawur agung yang secara
etimologis berasal dari kata Tawur berarti membayar dan Agung berarti besar, sehingga Tawur Agung berarti
membayar dalam jumlah besar untuk pembersihan diri dan alam semesta. Selain
itu, ritual ini di maksudkan supaya Nyepi esok hari dalam keadaan suci. Bentuk
pembayaran dalam pembersihan diri dan alam semesta ini berupa persembahan hasil
bumi seperti buah-buahan dan umbi-umbian.
Tawur
agung sendiri dimulai dengan ritual pengambilan air suci di Candi Ratu Boko,
kemudian Umat Hindu mengarak air suci tersebut bersama dengan umbul-umbul,
persembahan, gamelan, dan ogoh-ogoh menuju ke Candi Siwa. Ritual ini
disebut Mendak Tirta yang kemudian di lanjutkan dengan Pradaksina yaitu mengelilingi Candi Siwa
searah jarum jam sebanyak tiga kali. Setelah itu, orang-orang yang membawa
persembahan meletakkan berbagai persembahan itu di altar—meja panjang. Ritual
ini dilanjutkan dengan tari-tarian, sambutan berbagai pihak, dan ditutup acara
sembahyang yang berlangsung khidmat. Tawur Agung Kesangan ini dilakukan satu tahun
sekali menjelang perayaan Nyepi. Umat Hindu dari berbagai daerah antusias
mengikuti ritual ini. (AL/WR)
Selayang Pandang Seputar Rumah Baca Turunan
Bangunan sederhana yang diberi nama Rumah Baca Turunan
ini adalah sebuah taman baca, tempat bermain, sekaligus tempat belajar bagi
anak-anak dan masyarakat sekitarnya. Tempat ini berlokasi di daerah Code, Sendowo,
Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Alasan dinamakan ‘Rumah Baca Turunan’ karena
terletak persis di jalan yang menurun, lebih dari itu nama ‘Rumah Baca Turunan’
juga diambil dari kata “TURUNAN” yang memiliki makna “Pitutur Aksara Untuk Anak
Negeri”.
Pendirian rumah baca ini berawal dari para Mahasiswa Daerah
Yogyakarta yang tergabung dalam Anggota Relawan Kebencanaan Erupsi Gunung Kelud awal Tahun 2014. Dari situ mereka
sering mengadakan perkumpulan untuk sekedar ngopi
dan mengobrolkan banyak hal, termasuk
keresahan mereka akan potret pendidikan sekarang. Dari sana akhirnya muncul
gagasan untuk mendirikan rumah baca tadi untuk menjawab keresahan mereka,
hingga pada awal 2014 gagasan itu resmi terealisasi.
Kegiatan pertama pasca lahirnya Rumah Baca Turunan berupa
kegiatan belajar mengajar yang hanya di ikuti 8 anak dengan 5 orang pengajar saja. Namun
lambat laun, jumlah anggota bertambah pesat, menjadi sekitar 40 anak di satu
lokasi. Hal ini memunculkan ide untuk menambah tempat belajar lagi. Sendowo,
adalah tempat yang akhirnya di pilih selain Blunyah sebagai tempat untuk
melangsungkan kegiatan mulia tadi. Dalam melakukan kegiatan menurut Kepala
Sekolah Rumah Baca Turunan atau akrab disapa Mas Galih tentu saja terlebih dulu
mereka harus meminta ijin kepada ketua RT dan sesepuh desa. Mereka juga disarankan
untuk menetap disalah satu tempat, akhirnya Desa Blunyah lah yang dipilih.
Lambat laun seiring dengan bertambahnya kebutuhan
anak-anak, maka banyak pula dari pihak relawan dan donasi dari luar daerah yang
ikut membantu menyumbang buku, mainan, dan lain-lain. Karena dengan banyaknya
jumlah buku bacaan yang mereka terima menjadikan kegiatan disana lebih dari
sekedar kegiatan belajar saja, namun banyak juga yang menjadikan tempat itu sebagai
media memperluas cakrawala dengan membaca. Akhirnya pada awal Tahun 2014, Rumah
Baca Turunan resmi diresmikan.
Bagaimana cara untuk
menarik minat relawan itu sendiri?
Mereka memulai dengan menyebarluaskan info ke berbagai
media dengan menggunakan pamflet-pamflet online
maupun cetak. Selain itu mereka juga mengadakan pendidikan kerelawanan.
Langah-langkah tadi menurut hemat mereka cukup efektif dalam menarik minat
calon relawan. Setelah pamflet di sebarluaskan, mereka lalu menyediakan stand pendaftaran di titik-titik
tertentu untuk melayani calon relawan yang ingin mendaftar. Adapun sebelum
mereka menjadi relawan, mereka akan dibekali materi keorganisasian, kerelawanan dan
kemasyarakatan
Apa saja kegiatan yang
terdapat dirumah baca turunan ini?
Kegiatan yang terdapat di rumah baca turunan ini
terdiri dari kegiatan harian, kegiatan mingguan dan kegiatan bulanan, kegiatan
harian dilakukan setiap hari Senin-Jumat, kegiatan mingguan berupa kegiatan
membaca buku bersama secara bergiliran & dilanjut mereview buku yang sudah di baca oleh anak-anak, terakhir kegiatan
bulanan berupa program minggu ceria, yaitu workshop,
bermain, renang, dan lain-lain. Selain itu, masalah mengajak anak-anak untuk
mengikuti kegiatan ini tidaklah sulit, karena biasanya jika ada salah satu anak
saja yang tertarik maka yang lainnya juga akan ikut tertarik. Selain itu konsep
yang diusung juga menyenangkan yaitu belajar sambal bermain, sehingga anak
mudah tertarik. Dalam menjalankan kegiatan mereka mengakui tidak mengalami
kendala yang berarti dari masyarakat. Kepala Sekolah Rumah Baca Turunan
menjelaskan selama ini mereka belum pernah
mengalami kontra dengan masyarakat atau pihak lain, karena dari awal niat kami baik,
sehingga masyarakat mudah menerima.
(WR)
Merawat Akal Sehat di
Tahun Politik
Oleh: Bambang Ismoyo
Pesta
demokrasi Indonesia sudah di depan mata, tak heran aroma persaingan dalam
memperebutkan tahta kepemimpinan negara sangat terasa. Mau tidak mau, diam atau
bergerak, agenda politik ini akan menyertai kita dengan tidak mempedulikan
ruang dan waktu. Di warung kopi, di kampus, di jalanan, bahkan di meja makan
keluarga, bahasan politik acapkali kita diskusikan. Media massa juga tidak
pernah absen dalam menginformasikan dinamika politik yang ada. Lalu, di
linimasa media sosial juga sering kali menyajikan pembahasan mengenai agenda
politik, yang merujuk pada sebuah perdebatan. Berbagai argumen akan digoreng
renyah, baik untuk membela calon yang didukung maupun menguliti calon lain.
Terdapat sebuah kutipan menarik dari mantan presiden Indonesia ketiga,
Abdurrahman Wahid. Beliau berpendapat: “Kontroversi
adalah esensi dari demokrasi, kalau anda melarang kontroversi, anda calon
diktator, bukan pancasilais.” Pendapat ini kurang lebih memiliki makna
bahwa perdebatan dan perbedaan sudut pandang merupakan sebuah produk dari iklim
demokrasi. Namun, pendapat Gusdur tersebut jika dibenturkan dengan realitas
saat ini maka akan melahirkan beberapa pertanyaan maupun asumsi. Apakah
perdebatan tersebut melahirkan gagasan yang konstruktif?
Berbicara
mengenai persaingan politik tentu kita tidak akan bisa melepaskan keberadaan
media. Kita dapat menengok ke belakang bagaimana media memiliki pengaruh yang
sangat signifikan. Barrack Obama disamping prestasinya yang mentereng, ia
memperluas kerjasama dengan facebook. Hasilnya, ia memiliki jumlah penggemar
terbanyak dibanding laman penggemar manapun. Berkaca pada tahun 2004, Susilo
Bambang Yudhoyono yang tidak diperhitungkan sebagai Presiden justru dapat
menang. Mengapa? SBY (bersama tim kampanyenya) dapat mengolah komunikasi di
media dengan baik. Tak hanya itu, ia bahkan benyanyi pada beberapa acara
publik, mengeluarkan tiga kumpulan lagu (yang ketiga saat menjabat sebagai
presiden), dan menghadiri final acara Indonesian Idol. Dibanding dengan
Megawati, yang kerap kali menghindari wartawan maupun hanya berbicara sedikit
di hadapan media. Pemilihan presiden terakhir rasanya publik sudah bisa menilai
bagaimana media massa saling berkompetisi untuk membentuk opini sesuai
pemiliknya.
Pemetaan
media di Indonesia bisa kita tinjau dari sisi kepemilikan media massa. Film
dokumenter Dibalik Frekuensi sedikitnya dapat menjawab bagaimana media yang sekian banyak
hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. CNN, Trans TV, Trans 7, Transvision, dan
detik.com dimiliki oleh Chairil Tanjung (Trans Corp). Global TV, MNC TV, RCTI,
Koran Sindo, okezone.com, sindonews.com, Global Radio, MNC 104.6 FM, dan vision
dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo (MNC Group). SCTV, Indosiar, O Channel,
liputan6.com, Nexmedia, dan Elshinta dimiliki oleh Eddy Sariatmadja (EMTEK
Group). TV One, ANTV, dan vivanews.com dimiliki oleh Aburizal Bakrie. Selain
itu masih ada Media Group milik Surya Paloh, Kompas Group dan masih banyak lagi
konglomerasi media yang tidak cukup dimuat dalam tulisan ini.
Kita dapat
berasumsi bahwa kebebasan mendapatkan informasi ternyata justru dibatasi dengan
kepemilikan media yang hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Belum lagi,
jika media melakukan sebuah framing dalam menyajikan berita. Misal: Di Jakarta
terjadi banjir. Grup Media A akan menyampaikan di TV, situs berita, radio dan
koran bahwa di Jakarta terjadi banjir akibat luapan sungai. Lalu, Grup Media B
menyampaikan bahwa terjadi banjir di Jakarta akibat kegagalan pemerintahan
Gubernur X. Maka, perlu nalar yang jernih dalam memisahkan berita secara utuh
dengan framing yang ada.
Hoax dan Literasi Kita
Disamping fenomena
konglomerasi media, kita dihadapkan sebuah persoalan baru: Hoax. Istilah yang
kian populer beberapa tahun ini merupakan sebuah komoditas baru untuk
melancarkan kepentingan, entah bagi elit politik maupun kelompok tertentu. Misalnya
pemberitaan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (yang sebenarnya secara hukum
sudah dilarang baik keberadaannya sebagai institusi maupun penyebaran komunisme
sebagai ideologi) dan ancaman kriminalisasi ulama yang hiperbola oleh Muslim Cyber Army merupakan agenda
politik guna mengikis elektabilitas pemerintah saat ini. Jika tidak memiliki
usaha dalam memverifikasi berita, kita akan mudah terbawa dalam penyampaian
informasi yang sesat. Apalagi, survei UNESCO tahun 2012 yang menunjukkan bahwa
minat baca di Indonesia hanya menyentuh angka 0,01%. Itu berarti dari 1000
orang Indonesia, maka hanya satu orang yang memiliki minat membaca. Maka, meningkatkan
budaya literasi merupakan urgensi bagi kita sebagai upaya verifikatif menangkal
hoax.
2018, Arena Merawat Akal Sehat
Setelah meninjau iklim di media
massa maupun media sosial yang sangat dinamis dan penuh perdebatan, lalu apakah
terdapat diskursus/ide yang memuat harapan negara ini dalam periode
selanjutnya? Sejauh ini, harus diakui apa yang kita simak hanya sebatas
elektabilitas saja. Petahana Joko Widodo kerap diisukan menggaet beberapa calon
yang memiliki elektabilitas tinggi. Beberapa partai politik juga menawarkan
pada Jokowi calon yang mengedepankan identitas saja. Misalnya, pengajuan calon
wakil presiden Jokowi direkomendasikan berasal dari kalangan islamis. Hal ini
diharap agar dapat menampung banyak suara dari golongan mayoritas. Hal yang
dikedepankan sekali lagi hanyalah elektabilitas. Belum ada diskursus yang
dibicarakan secara massif, misalnya mengenai reforma agraria, penyelesaian
kasus pelanggaran HAM, ketahanan pangan dan lain-lain. Di lain tempat, oposisi
yang mencari elektabilitas juga tidak bekerja secara elegan. Isu SARA menjadi
senjata yang dikedepankan dalam menggerus elektabilitas petahana. Di akhir
tulisan ini, saya mencoba menjawab pertanyaan yang terdapat di paragraf
pertama. Kita dituntut kritis dalam menanggapi perdebatan yang berkamuflase di
media sosial. Hendaknya, kita dapat mengedepankan perbincangan yang konstruktif
dan tidak tenggelam dalam perbincangan yang hanya memuat isu-isu populis,
politik identitas, serta isu SARA yang tidak memiliki dampak positif.
Kepustakaan
Heryanto,
Ariel. 2018. Identitas dan Kenikmatan.
Jakarta: Penerbit KPG.
Jogja
Oleh: FM
Jogja...
Kota keberagaman berada
Kaya akan berjuta budaya
Penuh akan bangunan tua
Yang keindahannya tak perlu di tanya
Jogja...
Kota istimewa dengan tradisi
Walau sudah masuk era modernisasi
Budaya tertanam dalam jati diri
Sebagai anugerah indah sang ilahi
Diantara bangunan pengajar langit yang
berdiri
Suara gamblang masih berbunyi
Berbalut suara sinden tua melengking tinggi
Pertanda budaya masih melekat dalam diri
Menyandang predikat agung kota budaya
Bak istana bagi seniman muda
Berlapis baru berinti lama
Memanjakan mata yang meresap dalam jiwa.
Catur
Oleh: Arelya Febriane
Puncak kejayaan adalah malapetaka
Struktur sosial berevolusi
Rendah hati menjadi hegemoni
Para pimpinan yang demokratis,
beralih jiwa jadi diktatoris
Menjilat pundi-pundi jelata
Kaum proletar terpenjara dalam liang ajal
dunia
Sedang para borjuis berleha-leha bersolek
perlente
Bangga dengan emas curiannya, mobil dan
rumah hasil suapan semalam
Kami yang disebut hanya petani, buruh, dan
kawanannya
Yang tak dapat mencicipi Krug 1928
Meneteskan peluh demi sesuap nasi
Memberi pakan para lakon pejabat
Sedang kalian yang bersorak-sorai atas
pencurian
Yang memainkan pion-pion dengan tangan
kanan
dan anggur merah ditangan kiri
Kelak akan mencicipi indahnya jahanam
Sungguh Tuhan-ku Maha Adil
Potret Mahasiswa Berprestasi
Adhis Thesa
seorang mahasiswi kelahiran Pinrang, 5 September 1998 dengan berbagai prestasi
membanggakan. Gadis yang pernah bermimpi menjadi seorang dokter ini memiliki
berbagai prestasi terutama dibidang kepenulisan dan bidang non akademik
diantaranya: Juara I lomba puisi,
menjadi Duta Parlemen Remaja Sulawesi Selatan, Juara I dalam peringatan Hari
Kesehatan Nasional yang diadakan oleh Kementrian Kesehatan, Juara II dalam
peringatan Hari Tata Ruang. Juara III dalam lomba Karya Ilmiah Remaja (KIR)
ke-47 yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dimana
tulisan tersebut membawanya mengikuti ajang bergengsi kelas internasional yaitu
Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) pada Mei
2016 lalu di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. Selain itu, ketika menjadi
mahasiswi ia berhasil meraih Juara I Idea Consep Paper (ICP) TEKNOLOGI,
Juara I Lomba Esai Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh LIPI, Juara III
dalam Lomba Esai Agraria Tingkat Nasional 2017 dalam rangka memperingati Dies
Natalis Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional (STPN) ke-54 dan Hari Agraria serta
Tata Ruang yang diselenggarakan atas kerjasama Sekolah Tinggi Pertahanan
Nasional dan Badan Pertahanan Nasional,dimana ia juga berhasil menjadi The
Best Performance.
Gadis yang akrab
dipanggil Adhis ini mulai mengenal dunia kepenulisan sejak duduk di bangku SMA
ketika ia bergabung dalam organisasi Karya Ilmiah Remaja (KIR). Selama
mengikuti organisasi ini, ia pernah menjabat sebagai ketua di tahun kedua.
Menulis baginya tidak lagi menjadi hobi, namun menjadi sebuah kebiasaan yang
terus diasahnya setiap hari. Bahkan ia merasa ada sesuatu yang hilang ketika
tidak menulis. Dalam proses belajar dibidang kepenulisan ini ia pernah mendapat
cemoohan tentang tulisannya yang dikatakan sebatas sampah, berbagai kegagalan
dalam perlombaan, tugas-tugas sekolahnya terbengkalai dan bahkan ia pernah
dikeluarkan dari kelas sewaktu SMA karena seorang guru tersinggung dengan sikap
Adhis yang terlalu mementingkan lomba kepenulisannya.
Berbagai
cemoohan dan kegagalan yang dialami Adhis menjadi motivasi tersendiri baginya
untuk terus menulis dan berprestasi. Selain itu, motivasi mengikuti berbagai
perlombaan semasa SMA adalah keinginannya untuk eksis, menjadi juara, dan
berprestasi dibidang non akademik. Dari menulis ia juga pernah mendapat hadiah
laptop, kesempatan ke luar negeri tanpa biaya sendiri, dan pengalaman berharga
yang dapat ia bagi dengan orang-orang disekitarnya sehingga motivasi untuk
berprestasi Adhis bertambah. Dorongan dari berbagai pihak serta seorang
profesor muda yang menginspirasinya membuat Adhis ingin terus berprestasi dan
ia berharap agar suatu hari dapat menjadi professor di usia muda.
Pencapaian terbesar Adhis adalah
ketika ia berhasil mengikuti perlombaan di Amerika Serikat pada Mei 2016. Namun
perlombaan ini membuat ia harus mengubur mimpi untuk melanjutkan pendidikannya
di jurusan kedokteran salah satu perguruan tinggi karena keterlambatan
mendaftar. Ia yang memiliki latar belakang jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saat SMA, juga
mendaftar di beberapa Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia sesuai
jurusannya namun belum diterima.
Akhirnya ia mendaftar jurusan Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri
Yogyakarta melalui jalur prestasi. Ia memilih jurusan Pendidikan Sosiologi
karena beberapa tema penelitiannya terkait dengan bidang Sosiologi Antropologi.
Menurutnya jurusan ini merupakan bidang yang paling berpotensi dalam mengikuti
berbagai perlombaan dibidang penelitian. “Ambillah tugas-tugas kalian untuk
diikutkan lomba, ambillah kesempatan itu. Kalau mengerjakan tugas jangan
setengah-setengah,” kata Adhis ketika ditanya tentang tips menjadi mahasiswa
berprestasi.
Raker Putus Upgrading
(lagi), Akankah ada Upgrading?
Rapat kerja pengurus Himpunan Mahasiswa Pendidikan
Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2018 telah dilaksanakan pada hari Kamis 29 Maret
2018 yang bertempat di ruang Ki Hajar Dewantara Fakultas Ilmu Sosial UNY pukul 14.00-17.00 WIB.
Rapat
kerja tahun ini bersifat terbuka dengan mengundang perwakilan kelas, MPO
(Majelis Pertimbangan Organisasi), pengurus harian Hima Dilogi periode 2016 dan
2017, perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa
Fakultas (UKMF), dan perwakilan Organisasi Mahasiswa FIS UNY.
Raker
Hima Dilogi periode 2018 ini dibuka oleh Bapak Grendi Hendrastomo, M.A selaku
Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi FIS UNY. Berbeda dari raker yang telah
terlaksana sebelumnya, kini terdapat sesi rekomendasi program kerja dalam
susunan rangkaian acara. Dalam sesi ini, tamu undangan, Dosen Pembimbing Hima
Dilogi 2018 beserta Ketua Jurusan juga ikut memberikan rekomendasi proker Hima
Dilogi 2018. Rekomendasi yang bersifat membangun ini nantinya akan dibahas
dalam rapat komisi masing-masing divisi.
Periode
ini merupakan tahun ke dua Raker Hima Dilogi terpisah dengan upgrading pengurus, dan dilaksanakan
sendiri oleh pengurus baru Hima Dilogi 2018.
“Dipisah
dengan upgrading, ya biar bisa lebih
fokus ke salah satu aja, biar lebih efektif dan efisien” – ujar Firgiawan
Aldabi, selaku Ketua Hima Dilogi 2018.
Sontak
keputusan itu menimbulkan banyak pertanyaan. Mengapa raker dan upgrading
pengurus dipisah, dan bagaimana dengan upgrading,
akankah diadakan kembali atau tidak? Berbagai macam dugaan pun muncul. Beberapa
menduga bahwa upgrading pengurus sudah tidak akan dilaksanakan lagi dan
beberapa yang lain menduga upgrading
pengurus tetap dilaksanakan namun dalam kemasan yang berbeda.
“Tujuan
raker dipisah agar lebih fokus dan bisa menampung aspirasi dari teman-teman.
Jadi, bukan berarti tidak akan ada upgrading.
Ya, upgrading tetap ada karena
merupakan bagian dari proker hima juga” –lanjut Figiawan Aldabi.
Tentunya
pada setiap tahun di dalam kepengurusan akan mengalami dinamika yang berbeda.
“Upgrading sangat penting, pasti akan
diadakan. Jadi, tunggu saja bagaimana kemasan upgrading tahun ini” tutup Figiawan Aldabi.
Langganan:
Postingan (Atom)