Selasa, 25 Oktober 2011

Dangerous Mind


Dangerous Mind adalah sebuah film box office Amerika yang dirilis pada tahun 1995. Film yang dibintang oleh Michelle Pfeiffer, yang berperan sebagai Louanne Johnson ini bercerita tentang seorang mantan marinir yang beralih profesi menjadi guru di SMA Parkmont, California. Dia mendapatkan suatu kelas yang kacau di mana para murid berasal dari anak-anak jalanan yang memiliki status ekonomi ke bawah dan “ber-geng”

Awal Louanne Jhonson mengajar, dia merasa kesulitan dan hampir frustasi dengan keadaan murid di kelasnya. Ditambah lagi tingkah Emilio Ramirez (Wade Dominguez) sebagai dedengkot kelas tersebut yang tidak bersahabat. Namun Bu Jhonson tidak putus asa, dia menyesuaikan cara mengajar dengan keadaan kelas. Seperti ketika pengenalan kata kerja, Bu Jhonson menggunakan kata ekstrim yaitu “You want to die” untuk memancing perhatian siswa di kelas, di mana kata tersebut adalah kata yang sangat akrab dengan kehidupan mereka yang keras. Bu Jhonson juga mengajarkan mereka tentang arti sebuah kehidupan melalui puisi dari Bob Dylan yang lebih sering bercerita tentang perjuangan, pilihan, dan kematian.
 Selain secara teoritis, Bu Jhonson kerap mendekati siswa secara emosional. Misalkan saja memberikan hadiah bagi muridnya yang bisa menjawab ataupun menyelesaikan tugas, dan berusaha menyelamatkan siswa-siswanya dari masalah. Lambat hari siswa SMA Parkmount dapat menerima Bu Jhonson sebagai guru mereka bahkan memberikan sebutan “cahaya” baginya.

Dalam film Dangerous Mind ini banyak hal yang bisa dikaji, terutama dalam proses dan metode pembelajaran seorang guru. Menurut Nasution (2005) pembelajaran merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar.[1] Nilai atau ilmu yang akan ditransfer ke para siswa tentu dipengaruhi dari metode pengajaran yang dianut guru. Jika metode yang digunakan biasa-biasa saja, maka ilmu yang didapat pun akan biasa-biasa saja. Tapi bila metode yang digunakan bervariatif, maka akan ada banyak nilai yang dapat diserap oleh murid. Hal ini dikarenakan kondisi jiwa seorang siswa yang senang berada di kelas akibat metode yang bervaritif, sehingga murid tidak merasa bosan.

Adapun metode-metode pembelajaran yang digunakan oleh Louanne Jhonson dalam penyajian materi:[2]
1.      Metode tanya-jawab
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian materi melalui bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh anak didik (Sugihartono, 2007: 82). Setiap memulai kelas, Bu Jhonson selalu memberikan sebuah pertanyaan kepada muridnya, baik melalui sebuah kalimat ataupun puisi. Ini merupakan sebuah langkah untuk memancing keaktifan siswa dalam kelas untuk mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, dan membuat kesimpulan dari apa yang telah ditanyakan.

2.      Metode pemberian tugas dan resitasi
Metode pemberian tugas dan resitasi adalah metode pembelajaran dengan memberikan tugas dan melaporkan pelaksanaan tugas yang telah diberikan (Sugihartono, 2007: 84). Setelah para murid mulai mengerti tentang kata kerja, kata benda, dan kata sifat, Bu Jhonson meberikan sebuah tugas puisi untuk lebih memahami arti kata tersebut.

3.      Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode penyampaian materi dari guru kepada siswa dengan cara bahasa lisan dan verbal maupun non verbal. Metode ceramah murni pada bentuk komunikasi satu arah (Sugihartono, 2007: 81-82). Metode ceramah digunakan oleh Bu Jhonson di setiap akhir perbincangan atau tanya jawab tentang puisi yang sedang dibahas. Bu Jhonson memberikan makna kesimpulan dari seluruh makna yang telah dikemukakan oleh siswa. Selain itu, Bu Jhonson juga menanamkan suatu nilai melalui puisi yang telah dibahas kepada peserta didiknya.

4.      Metode diskusi
Metode diskusi merupakan metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta memecahkan masalah secara kelompok. Ini merupakan kelanjutan dari semua metode yang ada di atas (Sugihartono, 2007: 83). Setelah dirasa cukup mahir, Bu Jhonson memberikan tugas kelompok yang disebut dengan “Kontes Dylan-Dylan” dimana siswa disuruh mencari puisi dari Bob Dylan yang mirip dengan puisi dari Dylan Thomas. Metode ini merupakan sebuah cara agar siswa dapat menginterpretasikan pemikiran mereka serta bersifat toleransi terhadap pendapat yang lain. Dalam Kontes Dylan-Dylan,  masing-masing kelompok terdiri dari tiga orang, dan bagi yang berhasil memenangkan kontes tersebut akan mendapatkan hadiah makan malam di restoran mahal bersama Bu Jhonson.

Metode-metode pembelajaran yang dilakukan oleh Bu Jhonson jika ditarik ke dalam sebuah teori maka masuk ke dalam kategori teori belajar humanistik. Teori humanistik adalah siswa berproses dalam belajar agar mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.[3] Seperti pada percakapan antara Bu Jhonson dengan Pak Griffith di lorong kelas pada hari pertama Bu Jhonson mengajar, “Mereka adalah anak cerdas dengan sedikit atau tanpa pendidikan dan banyak mempunyai masalah sosial.” Di sinilah Bu Jhonson punya kewajiban untuk dapat menggali potensi yang dimiliki oleh siswa-siswanya.

Adapun trik lain yang digunakan Bu Jhonson dalam menarik perhatian siswanya adalah dengan meberikan motivasi-motivasi. Di awal pembelajaran, Bu Jhonson telah memberikan nilai A pada semua siswa. Hal tersebut memancing siswa untuk berusaha tetap menjaga nilai A yang telah diberikan itu. Siswa yang awalnya dianggap “siswa buangan” oleh sekolah karena tingkat akademiknya yang kurang memadai, kini mulai bersinar karena mimpi yang diberikan oleh Bu Jhonson. Seperti yang dikatakan Roger Dawson dalam buku ESQ karangan Ary Ginanjar (2009: 270) yaitu:
“Peraih Sukses” mengetahui bahwa untuk mengubah kehidupan mereka, diri merekalah yang harus mengubah terlebih dahulu. Mereka harus mengembangkan sikap hidup positif, menentukan tujuan yang akan mengarahakan hidup mereka menjadi lebih baik, dan menguatkan keyakinan dalam diri mereka sendiri bahwa mereka akan berhasil.
Bu Jhonson memberikan asupan motivasi kepada muridnya dan menyerahkan selebihnya nilai A itu kepada siswa untuk mau mempertahankannya atau tidak. Bu Jhonson juga mendatangi rumah Raul dan mengatakan kepada orang tua Raul, bahwa dia adalah salah satu murid kesayang Bu Jhonson dengan memberitahukan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Raul.

            Selain itu melihat status remaja siswa Parkmont itu dalam tahap moratorium (Slavin, 2008: 117), yaitu orang-orang yang telah bereksperimen dengan pilihan hidup, tetapi masih belum membuat komitmen yang definitif terhadap keduanya, atau dengan kata lain di tengah-tengah krisis identitas dan sedang mempelajari pilihan-pilihan kehidupan, maka Bu Jhonson juga mendekati murid secara personal dengan memasuki kehidupan pribadi mereka. Bu Jhonson mendatangi rumah Callie, siswa yang hamil, dan membujuknya untuk tidak pindah sekolah karena Bu Jhonson sangat sayang dengan kemampuan yang dimilikinya. Bu Jhonson juga melindungi Emilio dari kejaran penjahat yang hendak membunuhnya, namun sayang hal ini gagal karena Kepala Sekolah, Pak Grandey, tak memberikan ijin kepada Emilio untuk masuk kantor karena tidak mengetuk pintu.

Film Dangerous Mind menyimpan banyak nilai dibalik akting-akting yang diperankan. Kita diajarkan tentang sebuah pilihan hidup yang lebih baik yang diantarkan melalui puisi-puisi yang disajikan. Kita juga diajak melihat realitia sebuah kehidupan kelas bawah yang penuh dengan masalah. Dangerous Mind menginspirasi penontonnya terutama seorang guru untuk dapat melihat sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda. Di mana guru-guru lain memilih untuk mundur mengajar kelas “anak-anak khusus”, tetapi Bu Jhonson memilih untuk peduli pada mereka dan berniat meluluskan mereka semua.

Sumber:
Agustian, Ary Ginanjar. 2009. ESQ: Emotional Spiritual Quotient (Edisi Indonesia).
Jakarta: Arga Publishing.
Dangerous Mind. http://en.wikipedia.org/wiki/Dangerous_Minds, diakses tanggal 11
 Juni 2010.
Slavin, Robert E. 2008. Educational Psycology: Theory and Practice atau Psikologi
 Pendidikan: Teori dan Praktek (Edisi Kedelapan). Terj. Marianto Samosir.
 Jakarta: Indeks.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakrta: UNY Press.


[1] Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press (hlm. 80)
[2] Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press (hlm. 81-84)
[3] Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press (hlm. 116-117)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar