Jumat, 11 Juni 2021

Fiksi: Cerpen

             Ekspektasiku Melemahkan Semangatku

Oleh : Finka Maysintha

Namaku Aluna, seorang pelajar SMA yang sedang memperjuangkan impianku untuk dapat menjadi mahasiswa di salah satu universitas terbaik di kotaku. Setelah melalui proses panjang, tibalah saat dimana pengumuman SBMPTN. Sama seperti pendaftar lainnya, aku juga mengharapkan kesempatan untuk dapat lolos di perguruan tinggi yang aku inginkan. Pukul 15.00, aku membuka laman pengumuman dengan perasaan yang tak menentu, dengan jantung yang berdetak lebih cepat. Aku segera login dengan meramalkan doa sebagai pengantar aku membuka pengumuman. Seperti yang kuharapkan, terpampang dengan jelas ikon warna hijau dengan kata “SELAMAT ANDA LOLOS SBMPTN 2020”.

Anganku semakin memuncak dengan ekspektasi yang semakin meninggi. Ekspektasiku mengenai dunia perkuliahan sama halnya dengan cerita wattpad, novel, bahkan film yang pernah kulihat. Mendengarkan dosen sembari duduk manis, memakai pakaian bebas sesuai ootd, mengikuti ospek dengan bayangan bisa bertemu dengan kakak tingkat yang bisa menarik perhatianku, serta tak lupa menjadi bagian organisasi yang bisa turun ke lapangan. Sayangnya, hari pertama aku berganti peran menjadi seorang mahasiswa pandemi Covid-19 mulai merajalela. Ekspektasiku sebagai seorang mahasiswa menjadi sirna karena pemerintah menerapkan sistem pembelajaran online.

Hari ini, aku merasa sedih dan bertanya mengapa aku tidak bisa merasakan pergantian peranku secara nyata. Sekarang perkuliahanku dilakukan dengan jarak yang terbentang jauh tanpa adanya tatap muka langsung. Bertemu dengan dosen dan teman hanya melalui laptop dan gawai. Ini semua benar-benar tidak sesuai dengan harapanku. Semangatku menurun dan tingkat kemalasanku menjadi meningkat. Saat perkuliahan berlangsung, aku hanya melihat layar dan beberapa saat kemudian aku terlelap dalam tidurku. Selain itu, saat pengumpulan tugas pun aku terbiasa dengan pengumpulan yang melebihi batas waktu, sampai-sampai aku merasa tersindir saat salah satu dosen memperingatkan ketentuan pengumpulan tugas.

“Kalian kan sudah tidak SMA lagi, sudah menjadi mahasiswa harusnya bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Kalau sudah dijadwalkan dikumpulkan tanggal sekian, ya kumpulkan sesuai waktunya jangan melebihi batas maksimal. Yang butuh nilai tuh kalian, bukan saya. Jadi kalian harus mandiri dan jangan menyepelekan”.

Beberapa bulan kemudian, tiba saatnya hasil studi selama 1 semester diberikan. Saat itu juga aku sangat shock, karena nilai IPK ku sangat rendah. Aku tak tahu, apa yang harus kukatakan pada ayah ibuku. Pada jam makan malam, dengan rasa gugup aku memberanikan diri untuk memberitahukan tentang nilai IPKku yang telah keluar.

“Emmm… ayah, ibu aku ingin memberitahu kalian mengenai hasil studi semester 1”, ujarku dengan penuh ketakutan.

“Nilai IPKmu pasti bagus kan Nak? Karena ayah lihat kamu bersungguh-sungguh kuliah walaupun secara daring sampai tidak pernah keluar kamar”, jawab ayahku.

“Maaf yah, karena pembelajaran online ini Aluna tidak mempunyai semangat untuk kuliah. Kadang, saat perkuliahan Aluna malah tertidur bahkan sampai lupa absen”, jawabku sembari menundukkan kepala.

“Apa Aluna? Ayah dan Ibu banting tulang untuk menguliahkanmu, tetapi kamu malah seenaknya saat perkuliahan. Dimana tanggung jawabmu sebagai mahasiswa Aluna?!” tanya ayah dengan intonasi yang keras.

“Maaf Ayah, Aluna tidak akan mengulanginya lagi. Aluna janji semester depan IPK Aluna akan lebih baik lagi”.

“Ayah pegang kata-kata kamu. Kalau sampai nilai IPKmu tidak ada perubahan, atau bahkan menurun, gak usah kuliah lagi!”

Sejak saat itu, tiap malam aku merenung atas semua yang sudah aku lakukan selama pembelajaran online ini. Aku mengakui bahwa aku terkesan menyepelekan tiap kali dosen menjelaskan, tertidur saat perkuliahan, dan bahkan mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Aku semakin sadar ketika keesokan harinya pergi bersama ibu ke pasar. Di lampu merah aku melihat ada anak yang mungkin sebayaku sedang menulis dengan pakaian yang begitu kotor. Di situ aku sadar bahwa pembelajaran online adalah suatu tantangan yang harus kutaklukan, bukan malah menyurutkan semangatku dalam berkuliah. Aku harap pandemi ini segera berakhir dan semua aktivitas termasuk perkuliahanku dapat kembali normal.

Komenk

Komenk 



Puisi: Resah

 Resah

Raihan Ma’ruf D.I

 

Malam biru berkawan bulan setengah.

Binar indah bunga api merah.

Jadi penutup kisah dan awal sebuah resah.

 

Sekilas bayang memandang hitam.

Di bibir jalanan tempat pejalan kaki berdiri.

Menanti dia yang sudah sendiri.

Sendiri dia yang menanti sudah pergi.

 

Sepasang mata yang dulu sampaikan dogmanya pada hati.

Kini berbalik dan mulai membuka kembali dialektika soalan lama.

 

Bisakah kamu melogikakan rasa?

Menjadikan satu antara benci dan cinta?

Atau menempatkan dua cinta dalam satu hati?

Atau jadikan hati sebagai tempat dua benci?

 

Dialog panjang berjalan sepanjang jalan.

Hati tetap ingin percaya, walaupun mata sudah berbicara.

 

Puisi: Kala Itu

 Kala Itu

Oleh: Tarisa Rohma Pramesi

 

Kala itu

Saat dunia dihantui wabah

Digetarkan perasan gelabah

Generasi kita mulai resah

Resah akan masa depannya

Yang mungkin tak kan berlangsung indah

Ketidakpastian menumbuhkan amarah

Seakan-akan kita terbelenggu di rumah

Terbungkam, dan tak tau arah

 

Walau lelah

Adaptasi pun dilakukan dengan susah payah

Walau bosan

Pendidikan pun harus tetap berlajan

Untuk mengurangi kebodohan

Mengatasi ketertinggalan

 

Apa boleh buat?

Bosan harus segera dijajah

Kita yang resah harus mulai merekah

Dengan semangat yang bergairah

Dari rumah

Untuk melanjutkan amanah

Untuk masadepan yang lebih cerah

Puisi: Keluhan Tanpa Makna

Keluhan Tanpa Makna

Oleh: Anggun Suryaningsih

 

Bosan aku menatap layar

Menatap wajah via virtual

Menyapa tanpa raga

Mengobrol tanpa bersua

 

Jari-jari dengan lincah menari di layar

Membuka aplikasi berwarna hijau

Dengan harap hari ini tiada pesan berisi tugas

Namun sayangnya, harapan hanyalah harapan

 

Tugas tak henti menjadi makanan setiap hari,

Layar ponsel tak pernah mati

Untuk pastikan,

Tiada tugas yang tertinggal kali ini

 

Keluhku seketika tak bermakna

Karena tak hanya aku yang merasakannya

Semua orang pun sedang berusaha

Berjuang untuk tetap bisa mengikuti pembelajaran daring

Puisi: Jalan Yang Ku Inginkan

 Jalan Yang Ku Inginkan

Oleh: Safira Nur Hamidah

 

Sinar matahari mengetuk jendela

Meminta izin masuk pada tirai

Langkah menuntunku membuka

Langkah menuntunku untuk membasuh

dan lagi langkah ini menuntunku duduk

 

Dengan rasa yang sama dan mungkin akan selalu sama

Ku buka benda pipih itu

Ku tekan setiap kunci pada huruf serta deretan angka

hingga aku dapat menatap wajah yang kurindukan

 

Ku tatap wajah-wajah yang tersekat oleh digital

Ku sambut sapa, walau tanpa raga

Ku dengar rangkaian kata

Walau ditemani rasa bosan dan lelah

 

Waktu terus berlalu

Berjalan melewati jalan yang sama

hingga keluh kesahku seketika tiada artinya lagi

 

Ku ingin waktu membawaku ke jalan yang berbeda 

Jalan yang dapat membawaku menatap wajah tanpa sekat digital

Jalan yang dapat ku sambut sapa dengan raga ini

Hingga nanti keluh kesahku

bersambut dengan keluh kesah lainnya.

                                 

Puisi: 20 Kelabu

            20 Kelabu

        Oleh: Aliza Alifa


Kerumunan tak lagi layak disambang

Jarak yang semakin menjauh

Jabat tangan tak lagi jadi ukuran sopan

Malah menjadi kesialan

 

Merebak orang berlalu lalang

"Ah, sesak" tangan itu mencengkeram dada dengan kencang

Tergopoh-gopoh jalannya

Langsung ambruklah badannya

Dikerumuni

 

"Jangan sentuh dia!"

Teriak seseorang dari kerumunan itu

Hiruk pikuk alasan suara itu tak didengarkan

Orang bantu menyadarkan

Tak tahu jika itu ancaman

 

Laun semakin menyeruak berita

Direnggutlah nyawa-nyawa yang tak tahu kau itu bentuknya seperti apa

Merenggut hebat orang layaknya kau Tuhan

 

Berdiam di rumah

Bersapa lewat maya

Janggal? Iya! Hanya bercakap menimbulkan penat

Timbul ketidakmengertian

Kapan bumi menyelesaikan masalah ini?

 

Semuanya

Semua

Hilang satu persatu

Kita sekarang hanya berpuluh juta manusia yang bertahun hidup sengsara

Tak ada pemeran pengganti yang akan tanggung derita

Kata Mereka

Kata Mereka

(No name)

        Pembelajaran di rumah mengharuskan peserta didik untuk melakukan pembelajaran jarak jauh sesuai dengan peraturan yang ada. Misalnya menghadiri kelas secara daring, kerja kelompok secara daring, semua kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran dilakukan secara daring. Selama pembelajaran jarak jauh, kegiatan belajar menjadi lebih fleksibel. Terkadang, ada mata kuliah yang menerapkan sistem selang-seling, yaitu pembelajaran tatap maya dan pemberian tugas secara bergantian. Walaupun ada beberapa tugas yang memerlukan waktu yang lama untuk mengerjakannya (termasuk mengumpulkan niat untuk mengerjakan tugas tersebut). Ada juga beberapa tugas yang hanya memerlukan waktu yang singkat untuk mengerjakannya. Dengan demikian, saya memiliki lebih banyak waktu yang bisa dimanfaatkan untuk mempelajari banyak hal lainnya.

    Dalam hal produktivitas mengikuti kegiatan-kegiatan pembelajaran jarak jauh, hal tersebut tergantung pada sinyal saya. Terkadang saya tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh secara maksimal karena terkendala sinyal. Akan tetapi, jika produktivitas belajar dalam artian selain kegiatan pembelajaran tatap muka yang dilakukan oleh kampus, saya merasa lebih produktif karena adanya fleksibilitas waktu yang ditawarkan oleh sistem ini. Untuk masalah penyampaian materi, beberapa dosen sudah menyampaikan materi dengan baik. Akan tetapi, ada beberapa dosen yang saya rasa agak kurang dalam penyampaian materi, mungkin karena keterbatasan dalam penguasaan teknologi.

    Kelebihan dari pembelajaran online ini adalah adanya fleksibilitas waktu, serta memberikan kesempatan dan pengalaman untuk memanfaatkan teknologi secara maksimal. Sedangkan kekurangan dari pembelajaran online ini adalah nilai saya menjadi bergantung pada sinyal dan PLN, tidak bisa bertemu dengan teman-teman kelas (hanya bisa sksd lewat media sosial), terkadang menjadi kendala dalam mengerjakan tugas kelompok, berpotensi mengakibatkan penurunan kesehatan mata karena terlalu lama menatap layar, kesempatan kuliah dan merasakan vibes Jogja berkurang satu tahun, dan karena sistem pembelajaran online ini saya tidak bisa merasakan dan memanfaatkan fasilitas kampus secara maksimal.

    Harapan saya semoga pandemi cepat berakhir, sehingga bisa segera ke Jogja dan bertemu teman-teman serta dosen-dosen, dan juga semoga nilai saya bagus-bagus, hehe.


Kata Mereka

Kata Mereka

Sudah setahun lebih pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia. Sejak awal pandemi, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembelajaran jarak jauh atau yang biasa disebut pembelajaran daring (dalam jaringan) di seluruh jenjang pendidikan. Mahasiswa Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Yogyakarta pun tak luput terpengaruh atas kebijakan ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa Pendidikan Sosiologi  yakni saudara/i Ayu Melani, Anggi Prihantoro, dan Jasmine Nur Palupi dari angkatan 2018, 2019, dan 2020, beginilah pendapat mereka mengenai perkuliahan daring selama masa pandemi COVID-19.

Perkuliahan daring diakui Ayu Melani sangat mempengaruhi mood dan semangat dalam berkuliah. Hal ini karena pembelajaran daring membutuhkan kemampuan belajar mandiri yang sukar dijalani mahasiswa yang biasanya lebih bersemangat saat berinteraksi langsung dalam pembelajaran luring. Senada dengan pengakuan Ayu Melani, Jasmine Nur Palupi juga mengakui hal yang sama bahwa perkuliahan secara daring membuatnya lebih sulit untuk memahami pembelajaran. Berbeda dengan kedua narasumber sebelumnya, Anggi Prihantoro mengungkapkan pendapat lain. Anggi mengaku perkuliahan secara daring ini menarik karena banyak hal baru yang ia peroleh dalam setiap perkuliahan.

Kegiatan perkuliahan yang dilakukan secara daring membutuhkan fasilitas yang berbeda dari perkuliahan secara luring yang kebanyakan perlu disediakan sendiri oleh mahasiswa. Ketersediaan jaringan internet adalah salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran secara daring. Kendala jaringan internet sampai saat ini masih menjadi masalah besar bagi kebanyakan narasumber. Ayu Melani mengatakan bahwa permasalahan jaringan internet sangat merepotkan utamanya jika kita sudah sangat bersemangat dalam belajar, tetapi jaringanya justru mengalami masalah. Kuota internet juga menjadi permasalahan karena pemberian kuota dari Kemendikbud dianggap masih kurang untuk memenuhi keperluan pembelajaran. Anggi Prihantoro juga menyebut kondisi pembelajaran dalam ruang tatap maya juga kurang mendukung mahasiswa untuk aktif berdiskusi sehingga diskusi dalam perkuliahan berlangsung monoton. Selain itu, mahasiswa yang melakukan perkuliahan daring di rumah seringkali mengalami konflik peran sebagai mahasiswa dan sebagai anak, karena anggota keluarga yang kurang paham bahwa kegiatan perkuliahan tetap dilakukan walaupun secara online dan mengira mahasiswa tersebut tidak memiliki pekerjaan untuk diselesaikan.

Meski begitu, perkuliahan secara daring diakui Ayu Melani memiliki dampak positif karena membuatnya terbiasa belajar mandiri. Meskipun pada awalnya ia mengalami kesulitan dalam penerapan, karena masih mencoba beradaptasi. Namun, jika sudah terbiasa, lama kelamaan justru akan merasa nyaman dan menikmati proses perkuliahan yang berlangsung. Dari perkuliahan daring ini pula, ketiga narasumber kami sama-sama setuju bahwa perkuliahan model ini membantu mereka mengenal berbagai media pembelajaran yang belum pernah dicoba sebelumnya.

Anggi dan Jasmine menyarankan agar metode perkuliahan daring dapat dibuat lebih interaktif atau dicampur dengan metode pembelajaran lain agar mahasiswa tidak merasa jenuh. Saran tersebut dapat dimengerti karena kejenuhan dalam proses pemebelajaran bisa mempengaruhi motivasi belajar para mahasiswa. Di akhir obrolan kami dengan narasumber, ketiga narasumber, mengharapkan pandemi dapat segera usai karena perkuliahan daring perlahan membuat mahasiswa merasa jenuh. “Semoga pandemi lekas berakhir dan dapat belajar secara offline lagi ya,” tutur Ayu Melani.

Kamis, 10 Juni 2021

Opini: Akibat Pembelajaran Online: Siapkah Indonesia Kehilangan Generasi?

Akibat Pembelajaran Online: Siapkah Indonesia Kehilangan Generasi?

Oleh: Anjeli Sarma B. A

            Sudah satu tahun lebih pembelajaran online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) dilaksanakan di Indonesia. Sejak diumumkannya kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, pemerintah terus berusaha dengan gencar untuk mencegah penyebaran Covid-19. Berbagai kebijakan dan arahan diterapkan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran virus tersebut, salah satunya kebijakan untuk belajar dari rumah. Sejak kebijakan tersebut dikeluarkan, hampir seluruh daerah di Indonesia menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Model pembelajaran ini membuat siswa tidak dapat bertemu dengan guru maupun teman-temannya. Lebih dari 600 sekolah tutup sehingga menyebabkan kurang lebih 60 juta siswa harus belajar secara online. Walaupun, terdapat beberapa sekolah di kawasan tertentu, yang diizinkan untuk dibuka dengan beberapa syarat, tetapi kebanyakan siswa diwajibkan belajar dari rumah.

Awalnya pembelajaran online ini direspon baik oleh masyarakat sebagai solusi yang paling tepat untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun, ternyata banyak siswa yang kesulitan dalam mengakses pembelajaran online hingga akhirnya menimbulkan berbagai dampak negatif bagi siswa, seperti menurunnya semangat atau motivasi belajar, munculnya rasa jenuh dan bosan, serta banyaknya siswa yang putus sekolah karena harus bekerja ataupun karena pernikahan dini.

Dampak negatif tersebut terjadi karena beberapa faktor, di antaranya yaitu terbatasnya materi, alat, dan akses terhadap materi pembelajaran dan pengajaran, tidak meratanya infrastruktur khususnya akses internet, kurangnya keterampilan guru dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ), kurangnya perhatian orang tua untuk mendampingi anak, dan rendahnya kemampuan siswa dalam beradaptasi dan belajar mandiri.

Tidak dapat dipungkiri, kondisi siswa di tengah pandemi sangat merosot baik dari segi kedisiplinan, kerajinan, hingga kesungguhan belajar. Hal ini karena siswa sudah dimanjakan oleh situasi. Situasi pandemi ini bukannya dijadikan sebagai suatu pecut cemeti bagi siswa, tetapi malah seperti meninabobokan siswa dengan berbagai kenyamanan dengan hanya belajar online dan tugas-tugas yang ada diserahkan begitu saja. Berdasarkan hasil penelitian Global Save Children mengenai pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Indonesia, terdapat 7 dari 10 anak mengatakan belajar lebih sedikit selama pandemi dan terdapat 4 dari 9 anak kesulitan memahami pekerjaan rumah. Hasil tersebut sangat memprihatinkan karena generasi yang seharusnya sudah meningkat sekian persen, sekarang malah seperti terjadi kemunduran. Jika hal ini dibiarkan maka tidak dapat dielakkan, Indonesia akan kehilangan generasinya (lost generation).

Selain itu, lost generation dapat terjadi di tengah pandemi karena penerapan sistem pembelajaran online padahal internet masih menjadi persoalan besar di banyak wilayah Indonesia. Guru Besar Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof. Rochmat Wahab, dalam diskusi mengenai “Generasi yang Hilang Akibat Pandemi”, menyesalkan penerapan kebijakan yang sama di seluruh wilayah Indonesia. Padahal, pemerintah menetapkan status yang berbeda di bidang kesehatan, contohnya wilayah merah, kuning, hijau, atau hitam. Di samping itu, menurutnya banyak daerah di Indonesia yang ada di pegunungan atau pedesaan tidak memiliki kasus Covid-19. Tetapi siswa yang sekolah di daerah tersebut harus melaksanakan sistem pembelajaran yang sama dengan siswa yang di kota yang lebih mudah tertular virus Covid-19. Tentunya anak yang ada di desa menjadi korban dan tidak dapat bersekolah. Padahal di rumah anak-anak ini tidak dibantu oleh orang tuannya karena keterbatasan tingkat pendidikan yang dimiliki orang tua. Kondisi inilah yang juga dapat menyebabkan Indonesia mengalami lost generation.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pemetaan kasus Covid-19. Dengan begitu sekolah yang ada di pedesaan dan tidak memiliki kasus positif Covid-19 dapat melaksanakan sistem pembelajaran yang berbeda dengan sekolah di perkotaan. Sekolah di pedesaan dapat melaksanakan pembelajaran secara langsung dengan menerapkan protokol kesehatan. Selain itu terdapat beberapa rekomendasi berdasarkan penelitian Global Save Children dalam pelaksanaan pembelajaran online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ), yaitu peningkatan akses materi baik daring maupun luring, peningkatan kualitas pengelolaan dan metode PJJ yang partisipatif inklusif, dan peningkatan kapasitas orang tua untuk terampil kreatif mendukung proses belajar di rumah bersama guru.

Opini: Tips Produktif Mengikuti Kuliah Online

Tips Produktif Mengikuti Kuliah Online

Oleh: Nur Kasiyani Eka Saputri 

    Sejak adanya pandemi Covid-19, seluruh kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara online. Tetapi banyak mahasiswa yang mengeluhkan kuliah online karena dinilai kurang efektif. Hal ini karena beragam alasan diantaranya sulit berkonsentrasi karena banyak distraksi, sarana dan prasarana belajar yang kurang memadai, dan masih banyak lagi. Dengan banyaknya kendala tersebut, tentunya menjadi produktif selama mengikuti kuliah online tidaklah mudah.

Nah berikut ini ada beberapa tips agar bisa lebih produktif mengikuti kuliah online:

1.      Prepare mindset.

Hal pertama yang harus dilakukan untuk menjadi produktif adalah mempersiapkan diri, baik mempersiapkan mental, niat, motivasi, dan menumbuhkan semangat dari dalam diri sendiri. Bangun motivasi diri sebaik mungkin dan siapkan mindset kita untuk belajar dengan penuh tanggung jawab. Sebagai mahasiswa, sudah seharusnya memiliki tanggung jawab penuh dan kemandirian dalam belajar. Jangan hanya terpaku dengan keadaan bahwa kuliah online sangat tidak efektif, tetapi buatlah kuliah online yang kita jalani menjadi efektif.

2.      Tentukan tujuan.

Tips yang kedua adalah tentukan tujuan atau goals yang ingin diraih. Untuk menentukan tujuan, kita bisa menggunakan trik SMART goals setting. Spesific artinya tujuan harus mengarah kepada hal hal yang khusus dan tidak bersifat umum, Measureable artinya tujuan dapat diukur, Achieveable yang berarti tujuan harus yang dapat dicapai, Realistic atau pastikan kita menetapkan tujuan yang mampu dicapai dan terakhir adalah Timely atau tujuan memiliki kerangka waktu yang jelas. Misalnya ingin lulus 3,5 tahun atau meraih IPS/IPK diatas 3.50 dan lain-lain. Dengan adanya tujuan, kita akan lebih bisa menentukan langkah apa yang akan kita ambil selajutnya.

3.      Buat rencana dan breakdown menjadi to do list sederhana.

Setelah menetapkan tujuan, buat rencana-rencana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya jika ingin mendapatkan IPK yang bagus maka kita harus memahami Rencana Pembelajaran Semester (RPS) terlebih dahulu. Setelah itu kita bisa menguraikan rencana tersebut menjadi to do list sederhana seperti membuat daftar tugas yang harus diselesaikan, harus aktif bertanya setiap perkuliahan, dan lain-lain.

4.      Disiplin dengan jadwal dan manage waktu sebaik mungkin.

Selanjutnya adalah disiplin dengan jadwal. Ketika jam perkuliahan pastikan tidak melakukan aktivitas yang lain. Lalu jangan menunda-nunda mengerjakan tugas, buat skala prioritas agar lebih mudah membagi waktu. Klasifikasikan apa yang perlu dilakukan menjadi beberapa kategori. Apakah penting dan mendesak? apakah penting dan tidak mendesak? apakah tidak penting dan mendesak? atau apakah tidak penting dan tidak mendesak. Dengan memahami skala apa prioritas kita, maka kita akan lebih bisa menggunakan waktu lebih efektif.

5.      Ciptakan ruang yang nyaman untuk belajar.

Menciptakan ruang belajar yang nyaman dapat menimbulkan kesan positif dan memberikan semangat yang lebih dalam belajar. Selain itu, pastikan kita menciptakan ruang belajar yang minim distraksi agar lebih fokus.

6.      Simak dan catat hal-hal penting selama perkuliahan.

Tips keenam ini paling sering disepelekan mahasiswa sewaktu kuliah online. Entah karena bosan, jenuh, mengantuk, atau bahkan tertidur. Padahal sebenarnya menyimak perkuliahan sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, mencatat poin-poin penting selama perkuliahan sangat bermanfaat sebagai bahan untuk mereview materi agar lebih paham lagi.

7.      Lakukan evaluasi setiap jangka waktu tertentu.

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apa saja yang sudah dilakukan. Apakah manajemen waktu sudah berhasil, apakah tujuan sudah tercapai, dan lain-lain. Evaluasi dapat dilakukan setiap jangka waktu yang pendek misalnya setiap hari atau setiap minggu atapun jangka panjang misalnya setiap semester.

8.      Istirahat yang cukup.

Tips yang terakhir adalah istirahat yang cukup. Menurut Potter dan Perry (2013) kurang istirahat dan kurang tidur dapat memengaruhi kemampuan berkonsentrasi, membuat keputusan, kelabilan emosi, serta partisipasi dalam kehidupan sehari-hari yang menurun. Jadi, jangan lupa untuk bersitirahat ya! 

Itu tadi adalah beberapa tips agar perkuliahan online yang dijalani lebih produktif, semoga tips di atas bermanfaat bagi kita semua.

Fenomena: Meningkatnya Dispensasi Usia Pernikahan

Meningkatnya Dispensasi Usia Pernikahan

Bapak Dulrohman, S.Ag

Kepala KUA Moyudan, Sleman

Mulai tahun 2019, UU No. 16/2019 tentang perubahan atas UU No. 1/1974 tentang perkawinan telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Dengan demikian, usia kawin perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Namun, dalam UU Perkawinan tetap mengatur izin dispensasi pernikahan di bawah usia 19 tahun. Syaratnya, kedua orangtua calon mempelai meminta dispensasi ke pengadilan.

Pertimbangan adanya perubahan regulasi soal batas usia pernikahan anak adalah UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur bahwa seseorang yang berusia dibawah 18 tahun masih dalam kategori anak. Oleh karena itu, UU Perkawinan harus sinkron dengan UU Perlindungan Anak, alasan lain adalah meningkatnya pernikahan  anak.

Kepala KUA Moyudan Sleman, Bapak Dulrohman, S.Ag mengatakan bahwa di Sleman sendiri banyak yang melakukan dispensasi usia pernikahan, rata-rata alasannya adalah terjadinya kehamilan di luar nikah.

Dalam rentan waktu satu tahun selama 2020, di Sleman terdapat 184 kasus dispensasi usia pernikahan baik perempuan atau laki-laki, hampir 90 %  karena terjadi kasus hamil di luar nikah.

Bapak Dulrohman S.Ag, dalam penuturanya saat di wawancarai, ia mengatakan bahwa peningkatan dispensasi usia pernikahan juga dibarengi dengan meningkatnya jumlah perceraian, yang mana rata-rata yang melakukan perceraian adalah pasangan muda dengan usia pernikahan yang masih baru.

Menikah membutuhkan kesiapan dalam berbagai aspek, seperti mental, fisik serta finansial. Kesiapan mental diperlukan agar mengurangi konflik dan perselisihan, pasti akan banyak hal-hal yang terjadi dalam berumah tangga dan tidak semua hal berjalan baik, pasti ada permasalahan di dalamnya.

Kesiapan fisik, jika fisik tidak siap dan usia belum memenuhi akan berpengaruh terhadap kesehatan, apalagi dalam berhubungan seksual, mengandung anak, dan melahirkan anak serta aktivitas lain seperti bekerja dan urusan domestik.

Kesiapan finansial, tidak dipungkiri bahwa ekonomi merupakan faktor utama dalam berumah tangga, banyak kasus perceraian terjadi karena tidak stabilnya kondisi ekonomi sehingga menimbulkan konflik dalam hubungan keluarga.

Pemerintah, istansi pendidikan juga keluarga harus turut serta berupaya untuk menurunkan angka pernikahan dini, dengan melakukan sosialiasi mengenai pendidikan seks, sosialisasi pra nikah dan sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi.

Pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi seringkali dianggap tabu oleh masyrakat, anggapan ini muncul karena adanya presepsi bahwa pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi sering diartikan untuk mengajarkan seks bebas dan tidak ada gunanya karena akan membahayakan anak.

Padahal untuk menanggulangi adanya kehamilan yang tidak direncanakan dan untuk mengurangi seks bebas, sosialisasi soal pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi sangat penting. Remaja akan tahu apa saja konsekuensi atau risiko jika melakukan hubungan seksual dengan tidak bijak.

Kesehatan reproduksi adalah hak semua warga negara, hal ini diatur dalam  undang-undang Pasal 12 no (2) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi juga sudah diatur materi apa saja yang harus disajikan kepada masyarakat. Seperti perilaku seksual yang sehat dan aman, keluarga berencana, sistem, fungsi dan proses reproduksi, hingga perilaku berisiko lain atau kondisi kesehatan lain yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Serta, pemberian materi komunikasi, informasi, dan edukasi ini tidak hanya dilaksanakan melalui proses pendidikan formal (sekolah), melainkan juga proses pendidikan non-formal, serta kegiatan pemberdayaan remaja sebagai pendidik sebaya atau konselor sebaya. Jadi, seharusnya membahas soal kesehatan reproduksi tidak lagi menjadi hal yang tabu dan seharusnya pemerintah dan institusi pendidikan turut serta mensosialisasikan hal tersebut sebagai upaya peminimalisiran terjadinya kehamilan tidak direncanakan dan pernikahan dini akibat berhubungan seksual dengan bebas.

Rabu, 09 Juni 2021

Fenomena: Meningkatnya Angka Pernikahan Anak Selama Pembelajaran Daring

 Meningkatnya Angka Pernikahan Anak Selama Pembelajaran Daring

Ibu Rofiqoh Widiastuti, S.Sos., MPH

Staff Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan anak Kota Yogyakarta

Perkawinan Anak di DIY selama 3 tahun terakhir sejak 2018 sampai 2020 naik secara signifikan. DIY memiliki faktor yang berbeda dengan daerah lain. Jika ditempat lain ada faktor dominan soal ekonomi atau budaya, maka di DIY selama 3 tahun terakhir sejak 2018, faktor dominan adalah karena Kehamilah Tidak Dikehendaki (KTD). Kondisi ini tidak boleh hanya melihat bahwa anak-anak yang terjebak dalam perkawinan anak ini berarti adalah anak –anak bermasalah.  Barangkali anak-anak korban dari sistem dan pola asuh yang semestinya melihat pada konteks jaman yang berubah. Tentu saja tanpa melepaskan nilai-nilai utama yang terus dipegang.

Maka ada pekerjaan besar untuk melihat akar persoalan KTD ini. Ada persoalan ketiadaan informasi kesehatan reproduksi yang harus disampaikan kepada remaja. Ada juga hubungan yang cukup erat bagaimana isu gender berperan besar melatarbelakangi isu ini. Satu hal lagi adanya perkembangan internet dan media sosial yang harus direspon sebagai bagian yang tidak terpisah dari kehidupan remaja saat ini. Sedikit remaja yang tidak berinteraksi menggunakan gadget yang menyita banyak waktu.

Kementerian Agama mengeluarkan data angka pernikahan di DIY ini pada tahun 2020 sebesar 897 kasus di DIY. Dari kajian yang kami lakukan (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk) menemukan angka yang tidak jauh berbeda. Dari jumlah itu, Sebagian besar alasannya adalah karena Kehamilan yang Tidak Dikehendaki (KTD). Alasan lain adalah kemauan orang tua dan ada yang alasan agama. Sampai disini kajian yang kami lakukan pada tahun 2021 ini menemukan bahwa ada faktor terkait gender dan faktor situasional yang menyebabkan remaja terlibat
perilaku seksual berisiko.

Kajian ini menemukan bahwa remaja laki-laki yang melihat hubungan seksual dengan pacar lebih sebagai petualangan atau pemenuhan rasa ingin tahunya yang besar, dan juga sebagai strategi penaklukan identik dengan sexual intercouse. Fenomena ini sering disebut sebagai male sexual entitlement, yaitu citra laki-laki sebagai sosok maskulin yang memiliki kebutuhan seks yang kuat dan selalu membutuhkan layanan seks dari perempuan.  Sementara bagi remaja perempuan hubungan seksual yang ia lakukan dengan pacarnya dilihat sebagai ekpresi rasa sayang atau tanda cinta sekaligus pengorbanan. Cara pandang remaja perempuan dalam menyikapi hubungan pacaran dan hubungan seks ini berakar dari norma gender feminin yang mengagungkan afeksi, kehangatan, kesetiaan, kepasifan, ketergantungan, dan pengasuhan. Maka banyak remaja perempuan yang tidak bisa menolak situasi ini.

Disisi lain, ada faktor situasional yang meningkatkan risiko KTD ini. Masyarakat menganggap seksualitas sebagai hal  memalukan dan negatif. Sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan seksualitas harus dibatasi atau bahkan dilarang. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa pendidikan seks atau informasi tentang hak reproduksi dapat menyebabkan remaja melakukan seks bebas. Akibatnya, akses informasi kesehatan dan program pendidikan seks menjadi terbatas terutama bagi kaum muda. Pandangan ini yang harus diluruskan karena bicara kesehatan reproduksi tidak berarti mengajarkan seks bebas.

Ada banyak muatan informasi yang harus diketahui remaja dimana tidak cukup disampaikan hanya lewat pelajaran biologi atau sejenisnya. Karena jika kita bicara kesehatan reproduksi, maka kita mengacu pada pengertian sesuai Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.

Hal ini membuat orang tua hampir tidak pernah berkomunikasi dengan anak-anaknya terkait pubertas atau dorongan seksual pada remaja. Lalu kemana anak harus bertanya? Kepada temannya yang mungkin sama-sama tidak tahu atau sedang mencari tahu. Lalu, bisa jadi mencari informasi melalui internet. Sayangnya sumbernya seringkali tidak valid dan bahkan menjerumuskan. Jika sudah terjadi KTD, maka orang tua melihat perkawinan anak sebagai satu satunya cara untuk menyelamatkan kehormatan keluarga.

Menjadi orang tua itu adalah proses belajar yang tak pernah berhenti. Maka penting untuk membekali diri bagaimana berkomunikasi dengan anak remaja terkait mengelola dorongan seksual pada masa pubertas. Menjadi teman dan tempat bertanya bagi anak-anak tanpa harus menghakimi. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan perlindungan pada anak. Tak hanya mencegah terjadinya perkawinan anak. Upaya preventif yang kami lakukan salah satunya adalah pengembangan metode pendidikan kesehatan reproduksi berbasis keluarga. Secara praktik, ada gap antara orang tua dan anak terkait dengan isu perkawinan anak. Maka perlu ada pendekatan/intervensi yang dapat mengatasi gap tersebut.

Selain itu pada remaja, akan dilakukan pengembangan metode pendidikan kesehatan reproduksi yang relevan pada kelompok anak remaja saat ini. Perlunya pembentukan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) berbasis sekolah, kampus maupun komunitas sebagai upaya memberikan informasi Kesehatan reproduksi pada remaja. Tidak hanya kampanye dan edukasi melalui lagu, media sosial dan lainnya. Kami juga sedang berupaya terbentuk satuan tugas pencegahan perkawinan anak.