Minggu, 11 November 2012

Pengumuman Lomba Artikel


Salam Multikultur,
Diberitahukan dengan hormat kepada seluruh peserta Lomba Artikel Hima Pendidikan Sosiologi dengan Tema “FILTERISASI BUDAYA GLOBAL MELALUI OPTIMALISASI PERAN PENDIDIKAN”. Berdasarkan penilaian juri yakni:
1.      Epi Suhaepi, S. Pd. (Jurnalis, Kolomnis)
2.      Taufik D. S Suyahdi (Forum Lingkar Pena)
Diputuskan pemenang lomba artikel yakni:
Juara
Nama
Jurusan
Judul Karya
Jumlah Nilai
I
Rizki Lestari
Pend. Ekonomi/ UNY
Edugames For Child
Sarana Pembentuk Karakter Anak Sebagai Upaya Antisipatif Dampak Negatif Budaya Global

157

II
Linda Nuramli
Pend. Sejarah/ UNY
Penguatan “Nation and Character Building” melalui Optimalisasi Pendidikan Sejarah

146

III
Eka Fitrianto

Pend. Ekonomi/ UNY
Pendidikan Kearifan Lokal: Esensi Dan Urgensi Bagi Kebudayaan Lokal

137


Kami ucapkan selamat bagi pemenang. Pemenang akan mendapatkan tropi, sertifikat, dan uang pembinaan.

Catatan: Sertifikat bagi seluruh peserta dapat diambil di Hima Pendidikan Sosiologi pada hari Rabu


Kamis, 01 November 2012

Batas Pengumpulan Naskah Lomba Rtikel Diundur

Ayooo, ayoo,. bagi yang belum mengirimkan naskah lomba artikel Hima Pend. Sosiologi dengan tema"FILTERISASI BUDAYA GLOBAL MELALUI OPTIMALISASI PERAN PENDIDIKAN" segera kirimkan,. karena pengumpulannya  diundur hingga tanggal 4 November 2012 pukul 15.00 WIB.

Jumat, 10 Agustus 2012

“Sosiologi Beraksi”Menyambut Mahasiswa Baru


Rabu kemarin (9/8) Pendidikan Sosiologi FIS UNY menyambut Mahasiswa Baru dalam acara Ospek Pendidikan Sosiologi 2012. Ospek ini diadakan di dua tempat, yaitu di ruang G.01.201 dan Taman Ganesha. Ruang yang biasa digunakan kuliah mahasiswa Sosiologi disulap senyaman mungkin untuk menjalani rangkaian Ospek yang bertema “Sosiologi Beraksi (Berprestasi,Empati, Responsif, Aktif, Kreatif, Sosial, Inovatif)“.  Bapak Grendi Hendrastomo, MM, MA selaku Koordiantor Prodi Membuka Ospek ditandai dengan pemotongan pita pada pukul 10.00 WIB.
Mahasiswa baru (Maba) terlihat antusias mengikuti rangkaian ospek. Banyak peserta Ospek yang bertanya mengenai Pendidikan Sosiologi saat Orientasi Prodi yang dibersamai oleh Pak Grendi Hendrastomo, MM, MA, Ibu Poerwanti Hadi Pratiwi, M.Si, Ibu Nur Hidayah, M.Si, dan ibu Puji Lestari, M. Hum.
Ospek berlanjut lebih seru di Taman Ganesha saat melakukan Games, pengenalan Panitia dan Pengenalan Hima, serta Ospek Award. Tahun ini di Pendidikan Sosiologi terdapat 94 mahasiswa baru dari semua jalur masuk Perguruan Tinggi Negeri. Bapak Grendi Hendrastomo, MM, MA mengatakan bahwa tahun ini tidak ada pembedaan kelas antara Mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN dan jalur Seleksi Mandiri (SM). Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kelas A untuk jalur Undangan dan SNMPTN sedangkan kelas B untuk jalur SM. Tahun ini rencana tidak ada perbedaan antara kelas A dan B dengan harapan tidak menimbulkan perbedaan yang muncul di antara mahasiswa.
Ospek ditutup dengan pembagian award kepada para pemenang. Pemandu terbaik I diraih oleh Desi Kristianingsih, dan pemandu terbaik II diraih oleh Muh. Muchibbur Rochman. Award untuk mahasiswa baru diantaranya ada maba terkritis, dan maba tergokil, untuk gugus ada gugus terkompak dan gugus terporak poranda.


Rabu, 08 Agustus 2012

Bersatunya jiwa Muda dalam Display Organisasi Mahasiswa (ORMAWA)

“Negara ini tidak butuh Presiden, tapi membutuhkan 6000 pemuda UNY”  begitulah kata-kata terakhir dari Wahyudi Iman Satria, Ketua BEM FIS UNY saat melakukan orasi. Orasi yang didengarkan oleh 6000 mahasiswa baru UNY saat Display ORMAWA pada hari Senin 6 Juni 2012 di Gedung Olahraga UNY.  Hari itu GOR UNY tidak hanya penuh dengan maba namun juga penuh dengan ORMAWA di seluruh UNY. Orasi juga dilakukan oleh ketua BEM FMIPA, FIP, FBS, FIK, FT, dan FE. Display ORMAWA diwarnai dengan bersatunya para semangat pemuda UNY yang menggelegar melalui ketua BEM dari tiap fakultas.
Semangat pemuda ini juga tercermin dari tiap maskot yang dibawa dari tiap fakultas, dari FMIPA bermaskot astronot, dari FT bermaskot burung rajawali, dari FIP bermaskot burung hantu, maskot Obor yang dibawa oleh FIK, maskot sang prabu dari FBS, dan yang baru dari FIS adalah Singa. Untuk  FE sendiri terlihat belum membawa maskot.
Berbagai karya dari mahasiswa juga terlihat dalam display ormawa, seperti karya mahasiswa tata busana, mobil karya anak teknik yang menarik perhatian.
Dispaly Ormawa ini merupakan perkenalan ormawa – ormawa di UNY kepada mahasiswa baru, selain itu juga memberi tahu kepada maba agar di universitas tidak hanya sekedar kuliah namun bisa berkontribusi terhadap kampus melalui ormawa yang ada. Salah satu ormawa yang ada adalah Himpunan Mahasiswa Pendidkan Sosiologi yang juga terlibat dalam display tersebut. HIMA yang dikenal dengan HIMA Dilogi ini membawa poster besar bertuliskan “Sosiologi multikultur say no to rasism”.  Tulisan slogan sosiologi itu berarti menunjukkan keanekaragaman kebudayaaan dan adat yang berbeda dari Indonesia.
Semangat Pemuda yang sedang berkumpul dalam display ormawa siang itu juga menyentuh beberapa pemuda sosiologi. Mereka berlarian membawa poster dan menunjukkan semangat kepemudaan yang tidak akan hilang dan siap untuk membuat karya baru bagi kebaikan bangsa dan negara.

Rabu, 01 Agustus 2012

HIMA PENDIDIKAN SOSIOLOGI TERUS BERKARYA


Selasa, 31 Juli yang lalu kegiatan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) information center ( IC) telah berakhir. Kegiatan yang berlangsung sejak tanggal 23 juli 2012 berlangsung dengan menyajikan berbagai kreatifitas dari setiap stand dari tiap ORMAWA. Di sela-sela pelaksanaan FIS IC dilaksanakan ajang kreativitas dengan adanya pentas seni, dimana setiap ormawa menyajikan dan menampilkan penampilannya sebaik mungkin untuk memperoleh penghargaan. Pada tahun ini HIMA pendidikan sosiologilah yang memperoleh pengahragaan pentas seni tersebut dengan menyugukan penampilan yang terbaik yang digawangi oleh pramesti dan kawan-kawan. Kali ini menyabet penghargaan dengan juara pertama. Prestasi yang diraih kali ini merupakan satu diantara sejuta prestasi yang dimilki oleh teman-teman pendidikan sosiologi. Semoga untuk kedepanya prestasi demi prestasi terus diraih untuk terus membuat sejarah baru disetiap waktunya.

Minggu, 22 Juli 2012

Ramadhan Penuh Warna




Cahaya mentari begitu hangat
Menyentuhku membelai dengan lembut
Hening, bersimpuhku di hadapMu
Kesempatan ini tak kan ku sia-siakan
Ramadhan aku kan berusaha hingga akhir
          Tidak hanya mata yang berpuasa
          Tapi mata hati yang harus kuperbaiki
          Setiap senyum dibalas penuh makna
          Hal kecil menjadi luar biasa
          Mendapat pahala yang tiada tara
Syukurku panjatkan dari relung hati terdalam
Ramadhan penuh berkah
Ramadhan penuh warna
Semua terlihat indah nan cantik
Bulan seribu bulan akhirnya datang juga
Bintang tersenyum hingga sang rembulanpun cemburu
Bunga bermekaran menyambut bulan suci penuh makna


Rabu, 27 Juni 2012

Senyum Tulus yang Tak Terlupa


    Minggu, 24 Juni 2012, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi melakukan kunjungan ke Panti Asuhan Sayap Ibu. Kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka melaksanakan proker HMKM yaitu bakti sosial. Anggota Hima yang mengikuti agenda tersebut ada 24 orang. Sebanyak 25 anak ikut bermain bersama kami.
       Ketika sampai disana kami disambut senyum tulus nan indah. Anak-anak itu begitu polos dan lugu.  Senyumnya belum tercemari oleh noda kepalsuan. Hal yang kami lakukan adalah bernyanyi bersama, menyanyikan lagu D’Masive “jangan menyerah,” lagu wali “cari jodoh” dan mereka sangat antusias untuk mengikutinya. Bagi kami kebersamaan kami di Panti meskipun hanya sebentar telah memberikan begitu banyak arti. Tawa mereka begitu indah bahkan mengalahkan teriknya mentari disiang hari. Sang rembulanpun menyembunyikan kecantikannya karena tawa itu telah menjadi berlian di gumpalan awan kelabu. Mereka tetap bersyukur dan mereka tidak pernah menyalahkan keadaan. Selain bernyanyi bersama, kami juga mengajak adik-adik disana untuk menggambar. Seorang anak yang aku temui disana bernama Rani, ia kini duduk di kelas 2 SMP. Ia begitu lugu menjawab semua pertanyaanku dan dalam waktu sebentar aku dapat merasakan kebaikan hatinya. Hal yang membuat kami kagum adalah rasa optimisnya untuk meraih mimpi, ia memiliki cita-cita untuk menjadi guru agama islam. Ia selalu bersemangat untuk pergi Sekolah. Anak lain yang aku temui disana bernama Feri. Ia anak yang rajin, ketika kami menggambar bersama ia membuang rautan pensil di dalam  kantong plastik. kami terdiam melihat tingkahnya sejenak, hanya serbuk rautan pensil saja ia buang di kantong plastik. Melihat hal tersebut, aku yakin bahwa anak-anak itu meskipun memiliki kekurangan namun mereka memiliki sejuta kelebihan. Ada kekuatan besar dalam diri mereka yang akan membuat mereka menjadi orang sukses kelak dan dapat menggenggam mimpi mereka yang tinggi.
       Pengalaman yang kami dapatkan disana tak akan terlupa. Pengalaman itu akan menjadi mozaik indah yang kan memberi warna dan  selalu tersimpan di hati. Senyum dan tawa itu telah mengajarkan kami akan makna ketulusan dan rasa syukur. Biarlah semua itu kan menjadi suatu kenangan manis, bersama keluarga di Hima Sosiologi.

Sabtu, 23 Juni 2012

"BERSAMA SOSIOLOGI,MENCIPTAKAN GENERASI BERPRESTASI"


  Hari Minggu(27/5) Hima Pendidikan Sosiologi mengadakan Lomba Cerdas Cermat Sosiologi(LCCS)seDIY dan Jateng. Lomba ini diikuti oleh 30 sekolah dari DIY dan 13 sekolah dari Jateng dengan total 86 peserta dan 50 guru pendamping. Para peserta merupakan siswa berprestasi dari sekolah masing-masing. Seperti Vita, siswa kelas 11 IPS1 , SMAN1 Prambanan adalah anak yang mendapat nilai sosiologi tertinggi disekolahnya. Baik Vita dan temannya,Dila,sudah gagal dalam babak pertama,merek asenang dapat mengikuti lomba cerdas cermat ini. Menurut mereka butuh kecermatan khusus dalam memahami soal-soal yang sudah diberikan. Mengingat banyak soal yang jawabannya hampir sama dan membingungkan bagi para siswa.Selain itu ada juga presentasi media pembelajaran yang diberikan untuk para guru pendamping.Presentasi ini bertujuan untuk menambah pengetahuan cara mengajar yangl ebih kreatif.Lomba ini dimenangkan oleh MAN1 Yogyakarta sebagai juarasatu,sedangkan untuk juara dua dan juara tiga diperoleh SMA Negeri1 Purworejodan SMA Negeri 1Wonogiri. Selesainya lomba cerdas cermat tahun ini,bukan menjadi suatu pemberhentian sosiologi untuk terus berkarya menciptakan generasi yang berprestas.Lomba ini menghidupkan harapan harapan baru dari generasi muda untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu sosial.

Minggu, 10 Juni 2012

Etika Komunikasi Lintas Budaya


Antropolog Edward T. Hall (1973) berpendapat bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah  budaya. Dengan kata lain, “tak mungkin memikirkan komunikasi tanpa memikirkan konteks dan makna kulturnya” (Kress,1993:13). Implisit dalam konsep komunikasi adalah etika komunikasi yang harus dipenuhi ketika pebisnis berkomunikasi dengan pebisnis lainnya dari budaya yang berbeda. Etika adalah standar-standar moral yang mengatur perilaku kita: bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak (Verderber, 1978:313). Etika biasanya berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna tidak berguna, dan yang harus dilkukan atau tidak boleh dilakukan.
Berbagai aspek etika komunikasi bisnis, seperti bagaimana kita memanggil nama, kenalan, meyapa, berjanji, melakukan presentasi, melakukan negosiasi, melakukan kontrak, semua itu berkaitan dengan budaya. Jadi, tidak ada etika komunikasi bisnis yang universal.
Kerumitan Etika Bahasa Verbal
Etika berbicara, seperti dikemukaakn Lewis (1996) bervariasi dalam bisnis. Misalnya, umumnya orang Jerman dan Swedia adalah pendengar yang baik. Namun tidak demikian halnya dengan orang Italia dan orang Spanyol; mereka malah sering memotong pembicaraan dengan bahasa tubuh dan isyarat tangan yang hidup dan terkesan berlebihan. Di Jepang dan di Finlandia, diam adalah suatau bagaian integral dalam percakapan; jeda dianggap sebagai istirahat, ramah, dan pantas.
Kesulitan bisa muncul saat kita pertama kali betemu dengan calon mitra bisnis, bagaimana kita harus menyapa, menggunakan gelarnya, untuk menghormatinya atau memanggil nama pertamanya supaya cepat dan akrab.

Kerumitan Etika Bahasa Nonverbal
Sebagaimana juga bahasa verbal, bahasa non verbal seperti sikap tubuh, gerak-gerak, sentuhan, ekspresi wajah, senyuman, kontak mata, nada suara, diam, pakaian, penggunaan ruang, konsep waktu, pengendalian emosi, dll yang dianut suatu kelompok budaya juga sangat rumit dan berbeda dari suatu budaya ke budaya lainnya. Baik disadari ataupun tidak, seringkali perilaku-perilaku nonverbal tersebut merupakan bagian dari etika komunikasi yang harus dipenuhi dalam proses komunikasi bisnis.Pesan nonverbal paling bermakna adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata.
Perbedaan Orientasi Nilai Budaya
Dalam negosiasi antarbudaya, proses komunikasi yang terjadi jelas lebih rumit daripada dalam negosiasi dengan orang-orang yang berbeda budaya sama. Dalam hal ini, idealnya negosiasi harus memahami bahasa verbal, bahasa nonverbal dan nilai-nilai lain yang dianut mitra bisnis mereka, sehingga mereka menjadi peka terhadap perbedaan budaya, menyadari bagaimana perbedaan tersebut memengaruhi proses negosiasi yang akan mereka lakukan dari awal hingga akhir (mulai dari perkenalan hingga penandatanganan persetujuan bisnis yang mungkin memakan waktu relatif lama). Problemnya adalah bahwa apa yang dianggap perilaku baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, sopan atau tidak sopan dalam suatu budaya seringkali dipersepsikan berbeda atau bahkan bertentangan dengan budaya lain. Misalnya, mamanggil nama pertama kepada atasan di Indonesia dianggap tidak sopan, seperti juga di Jepang dan di Korea, sementara hal tersebut biasa saja di Amerika atau di Australia.
Tidak berlebihan bila perbedaan-perbedaan dalam orientasi nilai budaya juga dapat menimbulkan kesalah pahaman dalam berbagai perilaku dan presentasi bisnis. Banyak kegagalan manajemen dan bisnis yang dialami para manajer atau pengusaha disebabkan karena ketidak mampuan untuk memahami bahsa verbal, non verbal, dan nilai-nilai yang dianut mitra bisnis mereka. Sikap mereka yang berorientasi pada nilai-nilai budaya sendiri dan kurang memperhatikan nilai-nilai budaya calon mitra bisnis mereka.
Masalah akan timbul bila etika komunikasi suatu pihak dihadapkan kepada pihak lain. Lewis (1996) menggambarkan bagaimana konsep kebenaran berada antara suatu bangsa dengan bangsa lainnya, yang jug dapat berlaku dalam konteks bisnis.
Kerumitan komunikasi didasari oleh fakta bahwa komunikasi manusia bersifat omnipresent (ada di mana-mana). Karena komunikasi manusia itu pelik, maka etika komunikasi manusia juga pelik. Kita biasanya menilai etika komunikasi kita sendiri berdasarkan niat yang kita miliki. Namun ketika kita menilai etika etika komuniakasi orang lain, kita menilai etika komunikasi mereka berdasarkan tindakan-tindakan mereka yang kasat mata. Biasanya niat yang sama mungkin diwujudkan lewat tindakan yang berbeda, atau tindakan yang sama mungkin berdasarkan niat yang berbeda.
Selain itu komuniksai terddiri dari berbagai konteks. Ada komuniksai antarpersonal (dua orang), komuniksai kelompok kecil, komunikasi publik, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan komunikasi anatarbudaya (Tubbs dan Moss, 1994). Pesannya bisa verbal (kata-kata) dan nonverbal seperti ekspresi muka, isyarat tangan, intonasi, bahkan juga diam. Etika komunikasi menjadi musykil karena kita sulit menerapkan suatu standar untuk semua situasi komunikasi, pada setiap waktu dan dalam setiap budaya.
Dalam konteks inilah kita perlu mempelajari etika komuniksi bisnis lintas budaya yang elibatkan komunikasi tatap muka. Kenyataanya, di dunia bisnis kemajuan teknologi komunikasi seperti komputer, internet, konferensi lewat video, dan telepon seluler tercanggih sekalipun, tidak otomatis membuat komunikasi tatap muka tidak penting, karena bentuk komuikasi inilah yang paling sempurna, yang memungkinkan kita memupuk keakraban dan kehangatan dengan sesama kita.
Sehingga komunikasi langsung ini dapat memupuk keakraban dan kehangatan dengan sesama kita. Tanpa komunikasi tatap muka, kemanusiaan kita tereduksi. Kita menjadi terasing dengan lingkungan sendiri dan “linglung”.  Dalam era bisnis abad ke-21, para pebisnis tetap merasa perlu untuk bertemu dan berunding secara tatap muka, meskipun mereka juga menggunakan peralatan komunikasi yang canggih.
 Sumber: Dedy Mulyana. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung.: PT. Remaja Rosda Karya. (Hal. 2-14)

Selasa, 05 Juni 2012

Jadi Mahasiswa Berprestasi



Ada banyak jalan ke Roma. Demikian juga dengan prestasi, tak terhitung jalan untuk menggapainya. Prestasi  dalam dunia kampus, mungkin bisa digolongkan menjadi dua golongan besar, prestasi  akademis dan non akademis.
Jelas,  prestasi akademis menuju pada tingkat kemampuan mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan. Indeks prestasi menjadi standar umum. Namun, indeks prestasi (IP atau IPK) tidak mutlak berlaku dalam lingkup kampus saja.  Kemampuan mahasiswa dalam bidang akademis tentunya bisa dikompetisikan  dalam bidang aplikasi ilmu pengetahuan. Misalnya, kompetisi  ilmiah tingkat mahasiswa.
Dengan indeks prestasi tinggi, mahasiswa juga bisa merebut gelar mahasiswa berprestasi. Efek positif lainnya, mahasiswa bisa menggaet beasiswa dengan lebih mudah dibandingkan mahasiswa yang tergolong biasa-biasa saja. Di banding non akademis  banyak peluang yang bisa dijadikan medium menjadi seorang juara.
Bagaimana caranya? Memahami hal itu, di tiap universitas pun muncul UKM, mulai dari UKM basket, UKM Berkuda, UKM Tari, dll. Bahkan di tingkat jurusan pun berbeda. Jika mahasiswa ingin mempelajari organisasi secara mendalam, mahasiswa bisa bergabung dalam Himpunan Mahasiswa, Badan Ekslusif Mahasiswa (BEM)
Tidak ada salahnya aktif berorganisais di kampus atau mengikuti UKM. Banayak manfaat yang bisa diambil. Selain bertemu teman-teman baru (barang kali jodoh) mahasiswa juga akan mendapartkan pengalaman baru, menggali potensi diri, sekaligus mencarai peluang untuk melangkah menuju prestasi.
Reward terbesar yang diterima seorang mahasiswa tentunya adalah berupa beasiswa. Jalur  menuju beasiswa akan semakin lapang. Demikian pula dengan tawaran pekerjaan dari berbagai perusahaan maupun pemerintahan yang terus bergulir.
Selain itu, jika mahasiswa berani melangkahkan kaki dan maju menuju kompetensi, itu artinya dia sudah mengantongi kemenangan terbesar, yaitu melawan kekauatan pada diri sendiri.  Belum menggapai kemenangan pun tak apa. Namun saat berkompetisi , mental yang tahan uji telah terbentuk.
Mahasiswa yang dihantam dengan berbagai kegiatan justru akan lebih tahan banting dari pada yang sama sekali belum gagal. Namun, ambisi untuk meraih prestasi sebaiknya terus dijaga. Sebab, kemenanagan merupakan buah manis dari setiap perjuanagn. Kemenangan yang diperoleh mahasiswa pun tidak hanya bisa dinikmati diri sendiri, tetapi juga bisa mengajar ke orang lain.
Di mata dosen, seorang mahasiswa berprestasi pun akan dinilai lebih. Namun, pestasi bukan hanya sekadar mengukir gelar atau nama besar. Prestasi yang dikumpulkan mahasiswa tentunya menjadi bekal saat terjun dalam masyarakat. Serangkaian tanggung jawab mengiringi. Nsmun, tak masalah. Sebab mahasiswa yang berkompetisi umumnya memilki mental baja.
Sumber: Kompas/Klasika/Selasa, 29 Mei 2012

Sabtu, 02 Juni 2012

SYARAT DAN KETENTUAN PENTAS BUDAYA


SYARAT DAN KETENTUAN PENTAS BUDAYA

PERATURAN UMUM
      
a.    Peserta terdiri dari siswa SMA atau sederajat
      b.      Peserta diperbolehkan berasal dari sekolah yang berbeda
      c.       Peserta yang Lulus Tahun 2012, diperbolehkan mengikuti event
      d.      Peserta melampirkan Kartu Pelajar
      e.       Peserta mengisi formulir pendaftaran sesuai dengan lomba yang diikuti
      f.       Peserta membayar biaya pendaftaran sesuai dengan lomba yang diikuti
      g.      Peserta datang 10 menit sebelum acara dimulai
      h.      Bagi peserta yang terlambat lebih dari 5 menit, akan didiskualifikasi
      i.        Keputusan Dewan Juri mutlak dan tidak dapat diganggu gugat
      j.        Setiap peserta wajib mengirimkan perwakilannya atau datang langsung untuk mengikuti technical meeting
      k.      Technical Meeting (TM)
-          Hari / Tanggal                 : Minggu 24 Juni 2012
-     Tempat                     : Ruang Ki Hajar Dewantara Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
       l.        Pada saat TM, peserta membawa :
-          Bukti pembayaran (baik pembayaran melalui bank, ataupun pembayaran langsung)
-          Formulir pendaftaran
-          Kartu Pelajar (fotocopy+asli)

Minggu, 27 Mei 2012

PESAN DAN KESAN HUT HIMA DILOGI KE-5


Hari ulang tahun Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi telah diselenggarakan tadi malam, pada Sabtu, 26 Mei 2012. Menurut ketua panitia, Gurindra Budi Prasetyo konsepan ULTAH HIMA DILOGI dibuat simple yang penting dapat mempererat kekeluargaan di pendidikan sosiologi sendiri.
            Acara pentas seni diikuti oleh mahasiswa pendidikan sosiologi dari angkatan 2008-2011. Tidak hanya itu, alumnus dari pendidikan sosiologi pun ikut berpartisipasi untuk datang. Pesan dan kesan dari para tamu sangat beragam, hal ini terbukti dengan anggapan dari beberapa narasumber yang kami temui.
            NN dan FT (‘07) mengucapkan semoga Pendidikan sosiologi tetap kompak, jaga perjuangan kakak angkatan maupun alumnus-alumnus agar tetap berprestasi. Kesan yang diterima oleh NN yaitu adanya rasa kebosanan maupun acara di anggap ‘garing’ karena randon acara yang masih berganti-ganti, durasi kurang jelas serta antusias dari penonton kurang. Selain itu acara dianggap kurang meriah dari tahun-tahun sebelumnya. Koordinasi dari teman-teman panitia dalam menyambut para tamu dianggap kurang ramah oleh beberapa alumnus. Saran yang kami peroleh yaitu tradisi lomba membuat tumpeng hendaknya tetap terlaksana, agar dapat menambah keakraban karena tumpeng dapat di bagi-bagi antar mahasiswa Pendidikan Sosiologi.
            Setali tiga uang dengan para alumnus, MD dkk (’08) beranggapan bahwa antusias dari para tamu kurang. Dari segi acara pun, MD dkk berpendapat acara dimulai terlalu malam. Randon acara yang berganti-ganti menjadi salah satu kendala yang menyebabkan pentas terlalu mulur dan selesai larut malam sehinngga para tamu pulang sebelum acara selesai. Selain pentas seni, perlombaan yang dilaksanakan oleh panitia dianggap kurang berbobot. “Lomba makan kerupuk dan lomba joget balon itu lomba Agustusan. Untuk tingkat mahasiswa seharusnya lomba yang dilaksanakan lebih berbobot seperti lomba debat mengenai Sosiologi dan lainnya. Sehingga kami pun malas untuk mengikuti lomba. Kesannya seperti lomba yang ga jelas. Sebenarnya masih banyak lomba yang dapat dilaksanakan untuk acara HUT HIMA”. Pesan yang disampaikan oleh MD dkk untuk HIMA Pendidikan Sosiologi yaitu satukanlah semua angkatan dan tetap semangat.
            Berbeda dengan anggapan narasumber sebelumnya, MA dkk (’10) beranggapan bahwa acara tahun ini sudah bagus. Konsep acara tidak terlalu jauh dengan perayaan HUT HIMA tahun sebelumnya. Namun terdapat beberapa kekecewaan yang mereka rasakan yaitu kurangnya efek panggung seperti ‘lighting’ yang dirasa sangat monoton. Serta acara yang molor yang menyebabkan selesai larut malam. Ucapan dan doa yang mereka sampaikan adalah HIMA DILOGI harus mengalami perubahan yang lebih baik.
            Setelah kami konfirmasi, saudari Tisya Maharani selaku koordinator acara HUT HIMA DILOGI ke-5 menyampaikan bahwa adanya kendala dalam melaksanakan acara tersebut, antara lain yaitu kurangnya koordinasi antar sie. Selain itu dalam mempersiapkan perlengkapan acara masih dianggap kurang baik. Seperti lomba bola diganti dengan balon karena bola yang akan digunakan ternyata digunakan pada acara lain. Konsep lomba pun sederhana karena keterbatasan dana untuk perayaan HUT HIMA. Mengenai tradisi lomba tumpeng yang selalu dilaksanakan tiap tahun dari awal terbentuknya HIMA dan sekarang tidak dilaksanakan, saudari Tisya beranggapan karena lomba tumpeng dianggap lebih ribet dan membutuhkan biaya yang lebih banyak.
            Selain itu, persiapan mengenai acara dianggap kurang baik. Hal ini disebabkan karena kurangnya kerjasama dari panitia dan dari pengisi acara (pensi) yang menyebabkan randon acara berubah serta acara berjalan mulur dari waktu yang telah ditentukan. Mengenai sambutan kepada para tamu, pihak panitia mendapat kendala dengan ketidaktauan siapa sajakah kakak angkatan maupun para alumnus yang datang pada acara tersebut. Saudari Tisya berharap semoga sosiologi menjadi sebuah keluarga yang membuat orang-orang di dalamnya menjadi satu. 

Rabu, 23 Mei 2012

“DILEMATIKA RUU KKG (KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER”

FIS UNY. Ruang Ki Hajar Dewantara bergemuruh ketika acara lintas universitas (10/05) bersama ibu Prof.Dr. Farida Hanum, M.Si berlangsung. Acara ini mengangkat tema Delematika Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG)  yang diadakan oleh HIMA Pendidikan Sosiologi. Peserta  acara ini berjumlah sekitar 75 mahasiswa dari berbagai universitas yang termasuk dalam Jaringan Mahasiswa  Sosiologi se-Jawa (JMSJ).
            Antusiasme peserta dalam mengikuti acara ini cukup baik. Terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan para peserta. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu pertanyaan-pertanyaan itu hanya tertampung dalam 1 termin pertanyaan. Satu termin pertanyaan ini berisikan 3 penanya.
            Selama acara, semua fikiran terfokus memahami apa itu gender? Apa itu kesetaraan dan keadilan? Dan mengapa harus ada RUU KKG di Indonesia? Sesuai dengan tema yang di usung. Acara ini di gelar karena seringkali masyarakat Indonesia menganggap hal ini hanya ditujukan pada mereka kaum feminis.
            Prof.Dr. Farida Hanum,M.Si mengatakan gender merupakan kontrak budaya masyarakat yang membedakan peran, hak, kewajiban, dan hal lainnya. Sedangkan kesetaraan merupakan posisi dimana pria maupun wanita mendapatkan perlakuan yang sama, baik mengenai profesi, jabatan, peran, dll. Begitu pula dengan keadilan yang konsepnya hampir sama dengan kesetaraan.
            Acara ini mendapat respon yang cukup baik dari teman-teman mahasiswa. Terlihat dari banyaknya peserta, sebagian dari mereka bukan merupakan mahasiswa prodi pendidikan sosiologi. Namun jangan salah, kekritisan mereka tidak kalah dengan mahasiswa prodi sosiologi. Terbukti dari 3 porsi penanya, 2 di antaranya berasal dari Fakultas Teknik dan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.













Senin, 21 Mei 2012

Pakaian Sebagai Media Komunikasi


Pakaian sebagai media komunikasi
Pakaian merupakan media komunikasi yang penting. stone mengemukakan, pakaian menyampaikan pesan. Pakaian bisa dilihat sebelum kata-kata terdengar. Pesan yang dibawa oleh pakaian bergantung pada sejumlah variabel, seperti latar belakang budaya, pengalaman dan sebagainya. Sebagai media yang komunikatif, pakaian memiliki beberapa fungsi. Kefgen dan Specht menyebutkan ada tiga dimensi informasi tentang individu yang disebabkan oleh pakaian, yaitu :
1.      Pakaian melambangkan dan mengkomunikasikan informasi tentang emosi komunikator. Hal ini bisa dilihat dengan adanya istilah-istilah Glad Rags (pakaian ceria), Widow’s Weed (pakaian berkabung), dan Sunday Clothes (pakaian hari minggu atau baju santai).
2.      Pakaian juga berpengaruh terhadap tingkah laku pemakainya sebagaimana juga tingkah laku orang yang menaggapinya.
3.      Pakaian berfungsi untuk membedakan sesorang dengan orang lain atau kelompok satu dengan kelompok lainnya.
Zweig mengemukakan, kelompok umur yang berbeda akan membedakan pula kebiasaan mereka dalam hal berpakaian. Remaja usia 20-25 tahun akan membelanjakan uangnya untuk membeli pakaian dua kali dibanding orang yang berusia 40-45 tahun, dan tiga kali dibanding orang tua 65-70 tahun. Anak-anak muda biasanya menggunakan pakaian yang bervariasi dan mencolok, sedangkan orang tua lebih suka memakai pakaian yang sederhana dan kuno. Dosen-dosen muda biasanya enggan memakai baju yang menunjukkan identitasnya sebagai pegawai negeri, sementara senior hampir setiap hari menggunakan safari.
Pakaian sebagai media komunikasi dibuktikan pula lewat penelitian gibbins (1969). Menurut Gibbins, ada kategori pengertian yang dapat ditimbulkan. Pertama fashionability, derajat penerimaan orang lain terhadap pakaian seseorang sebagai masa kini, cerah, dan cantik. Kedua sociability, derajat dimana pakaian dapat menjelaskan peran sosial pemakaian dan membuatnya tampak feminim atau maskulin. Ketiga formlity, derajat yang menentukan apakah pakain seseorang akan membuatnya tampak resmi atau santai.
Reed (1973) menggunakan metodologi lain untuk melukiskan kategori pakaian, sikap dan karakteristik kepribadiannya, hasilnya terbagi dalam empat kategori yaitu :
1.      Fashion
Wanita kategori ini memilki perhatian besar kepada pakaian, dan membelanjakan sejumlah besar penghasilannya untuk pakaian. Kebanyakan wanita seperti ini cenderung tidak sependapat dengan kedua orang tuanya dalam masalah sosial, tidak menyukai kegiatan religius, cenderung menganut filosofis new left, tetapi mereka gemar terlibat program kemanusiaan.
2.      Low fashion
Termasuk dalam kategori ini adalah wanita yang menginginkan dirinya dianggap menarik. Kelompok ini cenderung moderat.
3.      Non-fashion
Wanita non-fashion berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Mereka lebih dogmatis, konservatif dalam politik, dan cenderung bersikap machhiavelli.
4.      Counter fashion
Kategori terakhir ini terdiri dari wanita-wanita muda yang paling tidak tertarik pada pakaian. Mereka dipandang sebagai orang yang individualistik, berhati-hati, lembut, sabar, gelisah, dan liberal. Mereka juga menganggap dirinya sebagai orang yang kurang formal dan kurang sophisticated.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa pakaian selain bisa sebagai media dalam berkomunikasi, pakaian juga menggambarkan ciri kepribadian seseorang. Dilihat dari bagaimana seseorang itu berpakaian. Selain itu, pakaian merupakan faktor yang penting pula dalam membangun kesan pertama. Olek karena itu berpakaianlah yang baik karena akan bisa menggambarkan pula bagaimana anda berkomunikasi dengan yang lain.
 Anda masuk dalam kategori cara berpakaian yang mana...............????????
Referensi:
Ahmad, Sihabuddin. 2011. Komunikasi Antar Budaya (Satu Perspektif Multidimensi). Jakarta: PT. Bumi Aksara