NERAKA DALAM POLITIK
Penulis: Anisa Widia Fasa
Namaku Cinta
Kirana, biasa di panggil Cinta. Meskipun namaku Cinta, tetapi aku bukanlah
pacarnya Rangga. Tidak! Aku hanya gadis bernama Cinta yang masih setia menunggu
cinta yang sesungguhnya. Saat ini aku
masih duduk di bangku SMA. Aku termasuk anak yang sangat populer disekolah.
Semua orang tidak mungkin tidak ada yang tahu siapa aku. Kenapa aku populer? Hayo,
siapa yang bisa menebak? Jika ada yang menjawab karena aku cantik maka jawaban
itu sangat salah. Aku terkenal karena aku anak ayahku. Lalu apa spesialnya? Yang
spesial adalah ayahku bukanlah orang biasa, melainkan seorang politikus yang
tengah menjadi trending topic saat ini.
Ketenaran ayahku,
membuatku sedikit terganggu karena aku menjadi pusat perhatian di sekolah.
Semua orang memandangku dengan tatapan yang berbeda. Teman sekolahku tidak mau
bergaul denganku karena mereka iri padaku yang selalu di sayang guru dengan
nama yang disandang ayahku. Aku sedih
dan tidak suka dengan situasi ini. Aku juga ingin berteman dengan mereka, aku
juga siswa biasa seperti yang lain. Aku benci ini semua! Sangat benci!
Ayahku adalah
seorang Gubernur yang kini tengah mencalonkan diri menjadi wakil presiden.
Itulah mengapa ayahku menjadi trending topic saat ini. Semua orang
membicarakan ayahku, ada yang mendukung dan ada yang menolak ia menjadi calon wakil
presiden. Kalau kalian menanyakan apakah aku setuju ayahku menjadi calon presiden,
maka aku menjawab dengan tegas, TIDAK! Mengapa? Karena aku takut dan khawatir
ayahku akan melakukan sesuatu yang tidak semestinya.
Hingga pada
suatu hari yang kubayangkan pun terjadi. Hari di mana aku tidak ingin hal ini
terjadi. Pada hari itu ayahku terbukti melakukan kesalahan besar. Sangat besar,
hingga membuat nama keluargaku hancur berkeping-keping. Semua orang mengkritik
dan menghujat di sana-sini. Mengapa? Ya, karena ayahku melakukan tindak “KORUPSI”.
Ayahku akhirnya melakukan hal yang aku takutkan dan tidak aku inginkan. Ayahku bertindak
curang karena tekanan politik yang besar. Biaya kampanye yang tidak murah
membuat ayahku akhirnya melakukan itu. Jujur, aku malu. Aku hancur. Aku tidak
tau harus berkata dan berbuat apa. Aku dan ayahku menjadi buah bibir di sekolah
dan masyarakat. Aku dicibir dan dihina habis-habisan.
“ Huuuu anak
koruptor!”
“Ngapain lo
masih sekolah disini? Dasar anak koruptor bikin sekolah kita jelek aja, keluar
sana!”
“Oh, ternyata
disayang guru karena uang. Uang siapa, tuh? Kasih berapa lo sama guru?”
Dan masih banyak
lagi cibiran mereka yang terus menerus membuatku kalut dan sedih. Rasanya aku
ingin menyerah saja. Aku tidak kuat menghadapi ini semua. Ayahku yang melakukan
itu kenapa aku juga yang terkena imbasnya. Saat itu, aku sangat benci dengan
ayahku. Benci dengan kekuasaan. Benci dengan semua yang dilakukan ayahku.
Sampai pada titik terakhir, aku akhirnya memutuskan untuk mengakhiri saja
hidupku. Aku tertekan.
Aku lari ke gedung
paling tinggi. Yang ada di pikiranku adalah aku ingin menjatuhkan diriku dari
sana agar tidak lagi mendengar cibiran
dari orang-orang. Namun, saat aku mulai melangkahkan kakiku ke bibir gedung
seorang lelaki datang dan mencegahku, ”Hey, stop! Mau apa kamu? Jangan
loncat!”
“Jangan mendekat!
Untuk apa kamu kemari? Biarkan aku melakukan ini. Aku sudah tidak tahan dengan
semua ini,” seruku berteriak.
“Apakah dengan
kamu pergi dengan cara seperti maka semua masalahmu akan selesai? Tidak. Kamu
akan menyesal. Percayalah, iini bukan akhir dari segalanya dan semua pasti ada
jalan keluarnya,” serunya tak kalah keras dan memohon.
Terus-menerus
pria itu membujukku untuk tidak melakukan itu sampai aku tersentak pada satu
kalimat yang ia ucapkan, “Pikirkan ibumu.”
Aku seperti
tersambar petir yang kemudian menyadarkanku. Kalau aku melakukan ini, maka aku
akan membuat ibuku semakin sulit. Aku seharusnya tidak menambah beban ibuku,
aku harusnya menguatkan dia, seharusnya aku ada bersamanya.
Akhirnya, aku
menjauh dari puncak gedung itu. Aku memutuskan tidak melakukannya. Aku menyesal.
Mengapa aku melakukan hal ini? Bukankah seharusnya aku dapat mengambil hikmah
dari apa yang terjadi?
Singkat cerita,
aku kembali ke rumah kemudian ku peluk ibuku yang sedang duduk termenung sambil
berkata dalam hati, ‘maafkan aku ibu’.
Dengan kejadian
ini aku mengambil suatu kesimpulan bahwa aku tidak akan mau mengikuti jejak
ayahku dalam dunia politik. Karena bagiku memasuki dunia politik bagaikan
memasuki neraka. Orang yang baik akan menjadi tidak baik dan orang jahat akan
terlihat baik.
kerennnn bangetttttt
BalasHapussemangatt teruss kakkk