Minggu, 21 April 2019

Pemilu : Wajah Partai atau Kredibilitas Calon?



Oleh: Zia Khusnullabib Ahmad
April 2019 ini pemilu kembali digelar untuk kesekian kalinya. Mengusung format baru dari penyelenggaraannya, pemilihan legislatif dan presiden dilaksanakan serentak. Berbagai portal berita dan media massa berpendapat pemilu kali ini akan lebih panas. Selain faktor serentak nyoblos 5 surat suara sekaligus, bumbu-bumbu yang mengekor dalam perjalanan bahkan dari pemilu 2014 ke pemilu 2019 ini menjadi faktor penting yang membentuk barikade partai-partai yang berkompetisi. Sehingga pemilu 17 April nanti diprediksi adalah puncak dari hasil “kampanye” 5 tahun ini.
Hampir setiap tahun baik partai maupun media selalu memunculkan “data dan fakta” untuk menarik masyarakat yang tidak lain untuk memberikan empatinya kepada pemilu 2019 nanti. Banyaknya “data dan fakta” yang bermunculan lebih banyak mengekspos pada pemilihan calon presiden. Selain dengan “data dan fakta” yang bermunculan adanya debat maupun kegiatan kampanye menjadi jembatan untuk masyarakat mengetahui kelayakan calon presidennya.Hal inilah yang menjadikan selama ini masyarakat seperti ditengah-tengah perang kredibilitas antar calon presiden dan wakil presiden.
Namun, hal itu berbanding terbalik dengan banyaknya pemilu di daerah-daerah. Saat kita selama ini diperlihatkan perang kredibilitas antar pasangan calon presiden dan wakil presiden, hal tersebut tidak dilakukan oleh calon legislatif. Adanya pemilu serentak seakan lebih memfokuskan pada pemilihan presiden saja, sedangkan pemilihan legislatif seperti tenggelam. Padahal seharusnya kita harus lebih tahu dahulu para calon legislatif  yang akan mewakili warga masyarakat di daerah maupun pusat.
Di berbagai daerah saja masih banyak masyarakat yang bahkan tidak mengenal atau kurang tahu calon legislatif yang mewakili daerah pemilihannya. Tentunya hal ini sangat berbeda 180 derajat dengan konsumsi kita tentang seluk beluk calon presiden kita. Mungkin hanya lewat spanduk-spanduk dipinggir jalan yang memasang wajah mereka para calon legislatif mengenalkan dirinya. Mungkin kita hanya tahu namanya saat pencalonan pemilu lima tahun lalu atau lima tahun yang akan datang. Hal ini pun menimbulkan berbagai pertanyaan, lalu bagaimana masyarakat tahu kredibilitas calon legislatif nya? Sedangkan masyarakat sendiri saja masih awam dengan calon legislatif yang akan dipilihnya.
Tapi jika kita menilik pada pemilu-pemilu sebelumnya yang terjadi di daerah-daerah selama ini tidak hanya berpatokan dengan kredibilitas seorang calon legislatif semata. Masih kuatnya primordialisme suatu partai di suatu daerah menjadi hal yang sangat kuat dalam pemilihan legislatif. Seperti disuatu daerah yang sudah dikenal sebagai basis suatu partai dalam memperoleh suaranya, maka daerah tersebut akan selalu menjadi daerah yang mendulang suara bagi partai tersebut. Adanya primordialisme tersebut yang membentuk loyalitas masyarakat terhadap suatu partai politik. Dalam pemilihan legislatif banyak masyarakat yang kadang tidak mengenal atau kurang tahu calon legislatif nya, namun hanya berpatokan partai asal dari para calon legisatif.Maka di daerah-daerah, kredibilitas seorang calon legislatif menjadi tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat. Terlebih digelar serentaknya pemilu tahun ini, masyarakat lebih tertarik dengan pemilihan presiden dibanding mengetahui calon legislatifnya.
Wajah partai masih mendominasi pemilu di daerah dibandingan dengan wajah calon legislatif itu sendiri. Partai bukan lagi menjadi kendaraan namun menjadi wajah bagi calon legislatif untuk mendulang suara di daerah-daerah.Tentunya hal tersebut tidak bisa secara mutlak dibenarkan, masyarakat juga perlu melihat dan tahu kredibilitas calon legislatif. Karena mungkin setiap calon legislatif yang ada di partai tidak selalu merepresentasikan partainya maupun sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar