Minggu, 21 April 2019

Pemilih Pemula


Oleh : Luthfi Nur’aini
Gegap gempita menjelang pesta demokrasi pada tanggal 17 April 2019 kini mulai terasa. Pemilu yang menjadi pesta  besar sekaligus ajang bagi seluruh warga Indonesia menjadi wadah masyarakat untuk menggunakan hak pilih dan memberikan aspirasinya terhadap calon yang akan memimpin Indonesia kedepannya. Penyelenggaraan pemilu yang partisipatif dan keterlibatan rakyat secara menyeluruh sangat dibutuhkan untuk mewujudkan esensi negara Indonesia sebagai negara demokrasi. Keterlibatan rakyat pada pemilu nampak pada peran generasi muda sebagai pemilih pemula yang dinilai  kritis terhadap hal-hal yang berbau politik.
Berkaitan dengan kontribusi yang akan disumbangkan oleh salah satu dari pemilih pemula untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu tahun 2019, Muhammad Syamsuddin mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan 2018 mengungkapkan bahwa,” Kalau untuk tahun ini berhubung saya tidak berada di kampung halaman mungkin saya hanya bisa berkontribusi untuk memilih dalam pemilu tahun ini tapi, untuk menjadi panitia tidak bisa karena berhalangan dengan domisili di KTP. Untuk ketentuan jadi panitia biasanya setiap provinsi memilih orang-orang yang berdomisili di kota yang bersangkutan sesuai dengan KTP nya”. Disamping itu terkait dengan pandangan Syamsuddin mengenai orang yang terlalu memihak salah satu paslon, ia menegaskan, “Dengan adanya pendukung yang terlalu fanatik dengan pilihannya justru akan menimbulkan konflik dan menumbuhkan sikap primordialisme karena, banyak pandangan dari mereka yang menganggap pilihannya lebih baik dari yang lain sehingga dapat menyebabkan konflik terkait toleransi dan kerukunan umat beragama.” Sedangkan pandangan lain dalam menanggapi orang yang tidak fanatik dengan paslon bahkan cenderung memilih untuk golput, Khairunnisak, angkatan 2017 mengungkapkan,” Kita harus memberikan suara untuk menentukan calon pemimpin nantinya walaupun dalam hal ini setiap orang memiliki hak atas pilihannya masing-masing untuk memilih ataupun tidak  memilih sebab kita tidak bisa menuntut dan memaksa diantara mereka yang golput untuk memilih seperti apa yang kita pilih.”
Dilihat dari segi pemilu tahun ini, hal menarik yang menjadi topik bahasan adalah meningkatnya politik identitas yang notabennya pertama kali dicetuskan  di Amerika Serikat.  Cara tersebut tidak sama dengan apa yang diterapkan oleh setiap calon pemimpin di Indonesia yang menggunakan cara tersebut dengan tujuan untuk memperoleh dukungan sekaligus menjatuhkan lawan politiknya. Selain itu, dalam pemilu kali ini banyak adanya money politik dengan memberikan sogokan kepada masyarakat agar mereka mau memilih calon tersebut sehingga diharapkan mampu mendapatkan suara terbanyak.
Berdasarkan keikutsertaan Syamsuddin dalam survei yang diadakan di Lembaga Veritas Yogyakarta terkait pendapat masyarakat daerah Umbulharjo mengenai pemilu tahun ini diperoleh data yang menyebutkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak tahu tentang seluk beluk calon  pemimpin di daerahnya dikarenakan calon pemimpinnya tidak turun langsung ke masyarakat sehingga terdapat perspektif bahwasannya calon pemimpin tahun ini buruk dari pada tahun-tahun sebelumnya, “ Mungkin calon pemimpin tidak mau bertemu langsung dengan masyarakat karena takut akan permintaan masyarakat kepadanya yang berakibat pada dana yang dimiliki oleh calon pemimpin tersebut” ujar sebagian masyarakat Umbulharjo
Selain itu, banyak masyarakat yang menunggu para calon pemimpin untuk turun langsung dengan memberikan uang agar dapat memilih calon tersebut. Hal ini merupakan kesalahan berfikir dan kurangnya kesadaran politik masyarakat yang mau memilih apabila ada imbalan uang. Maka dari itu, pendidikan politik bagi masyarakat merupakan salah satu cara untuk memperbaiki bagaimana pemilihan umum yang baik untuk menjaga pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Menurut Khairunnisak, pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia adalah pemimpin yang merakyat, adil, dan bijaksana dalam artian mau mendengarkan keluh kesah masyarakat dan memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan di Indonesia.  Selain itu “Pemimpin yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah pemimpin yang memiliki integrasi, pengetahuan, dan kinerja yang baik terutama dalam mensejahterakan rakyatnya karena kita tahu bahwasannya banyak pemimpin yang ketika ia telah mendapatkan jabatannya tetapi tidak melaksanakan amanah yang telah di percayakan rakyat kepada beliau sehingga hal tersebut dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin tersebut dan juga berdampak pada sistem pemerintahan tentang bagaimana cara pemimpin tersebut melaksanakan program-program dan visi dan misi yang mereka sampaikan saat pemilihan umum.” Ungkap Syamsuddin mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan, 2018.
Terakhir, pesan untuk generasi muda terkait pemilu kita harus mengenali siapa calon pemimpin Indonesia untuk kedepannya dan menggunakan sebaik mungkin hak pilih yang dimiliki oleh setiap individu. Selain itu, perlu adanya peningkatan  literasi media dari masyarakat khususnya terkait dengan perkembangan pemilu. Sebagai generasi muda kita juga  harus memiliki pemikiran yang kritis terhadap pemilu tahun ini, karena dengan adanya wawasan yang dimiliki oleh generasi muda mengenai politik akan berdampak pada pendidikan politik bagi masyarakat karena kita tahu bahwa Indonesia membutuhkan generasi muda yang melek akan politik .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar