Oleh : Luthfi Nur’aini
Gegap
gempita menjelang pesta demokrasi pada tanggal 17 April 2019 kini mulai terasa.
Pemilu yang menjadi pesta besar
sekaligus ajang bagi seluruh warga Indonesia menjadi wadah masyarakat untuk
menggunakan hak pilih dan memberikan aspirasinya terhadap calon yang akan
memimpin Indonesia kedepannya. Penyelenggaraan pemilu yang partisipatif dan
keterlibatan rakyat secara menyeluruh sangat dibutuhkan untuk mewujudkan esensi
negara Indonesia sebagai negara demokrasi. Keterlibatan rakyat pada pemilu
nampak pada peran generasi muda sebagai pemilih pemula yang dinilai kritis terhadap hal-hal yang berbau politik.
Berkaitan
dengan kontribusi yang akan disumbangkan oleh salah satu dari pemilih pemula
untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu tahun 2019, Muhammad Syamsuddin
mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan 2018 mengungkapkan bahwa,” Kalau untuk
tahun ini berhubung saya tidak berada di kampung halaman mungkin saya hanya
bisa berkontribusi untuk memilih dalam pemilu tahun ini tapi, untuk menjadi
panitia tidak bisa karena berhalangan dengan domisili di KTP. Untuk ketentuan
jadi panitia biasanya setiap provinsi memilih orang-orang yang berdomisili di
kota yang bersangkutan sesuai dengan KTP nya”. Disamping itu terkait dengan
pandangan Syamsuddin mengenai orang yang terlalu memihak salah satu paslon, ia
menegaskan, “Dengan adanya pendukung yang terlalu fanatik dengan pilihannya
justru akan menimbulkan konflik dan menumbuhkan sikap primordialisme karena,
banyak pandangan dari mereka yang menganggap pilihannya lebih baik dari yang
lain sehingga dapat menyebabkan konflik terkait toleransi dan kerukunan umat
beragama.” Sedangkan pandangan lain dalam menanggapi orang yang tidak fanatik
dengan paslon bahkan cenderung memilih untuk golput, Khairunnisak, angkatan
2017 mengungkapkan,” Kita harus memberikan suara untuk menentukan calon
pemimpin nantinya walaupun dalam hal ini setiap orang memiliki hak atas
pilihannya masing-masing untuk memilih ataupun tidak memilih sebab kita tidak bisa menuntut dan
memaksa diantara mereka yang golput untuk memilih seperti apa yang kita pilih.”
Dilihat
dari segi pemilu tahun ini, hal menarik yang menjadi topik bahasan adalah
meningkatnya politik identitas yang notabennya pertama kali dicetuskan di Amerika Serikat. Cara tersebut tidak sama dengan apa yang
diterapkan oleh setiap calon pemimpin di Indonesia yang menggunakan cara
tersebut dengan tujuan untuk memperoleh dukungan sekaligus menjatuhkan lawan
politiknya. Selain itu, dalam pemilu kali ini banyak adanya money politik dengan memberikan sogokan kepada masyarakat agar mereka
mau memilih calon tersebut sehingga diharapkan mampu mendapatkan suara
terbanyak.
Berdasarkan
keikutsertaan Syamsuddin dalam survei yang diadakan di Lembaga Veritas
Yogyakarta terkait pendapat masyarakat daerah Umbulharjo mengenai pemilu tahun
ini diperoleh data yang menyebutkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak
tahu tentang seluk beluk calon pemimpin
di daerahnya dikarenakan calon pemimpinnya tidak turun langsung ke masyarakat
sehingga terdapat perspektif bahwasannya calon pemimpin tahun ini buruk dari
pada tahun-tahun sebelumnya, “ Mungkin calon pemimpin tidak mau bertemu
langsung dengan masyarakat karena takut akan permintaan masyarakat kepadanya
yang berakibat pada dana yang dimiliki oleh calon pemimpin tersebut” ujar
sebagian masyarakat Umbulharjo
Selain
itu, banyak masyarakat yang menunggu para calon pemimpin untuk turun langsung
dengan memberikan uang agar dapat memilih calon tersebut. Hal ini merupakan
kesalahan berfikir dan kurangnya kesadaran politik masyarakat yang mau memilih
apabila ada imbalan uang. Maka dari itu, pendidikan politik bagi masyarakat
merupakan salah satu cara untuk memperbaiki bagaimana pemilihan umum yang baik
untuk menjaga pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
Menurut
Khairunnisak, pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia adalah
pemimpin yang merakyat, adil, dan bijaksana dalam artian mau mendengarkan keluh
kesah masyarakat dan memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan di Indonesia.
Selain itu “Pemimpin yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah
pemimpin yang memiliki integrasi, pengetahuan, dan kinerja yang baik terutama
dalam mensejahterakan rakyatnya karena kita tahu bahwasannya banyak pemimpin
yang ketika ia telah mendapatkan jabatannya tetapi tidak melaksanakan amanah
yang telah di percayakan rakyat kepada beliau sehingga hal tersebut dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin tersebut dan juga berdampak
pada sistem pemerintahan tentang bagaimana cara pemimpin tersebut melaksanakan
program-program dan visi dan misi yang mereka sampaikan saat pemilihan umum.”
Ungkap Syamsuddin mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan, 2018.
Terakhir,
pesan untuk generasi muda terkait pemilu kita harus mengenali siapa calon
pemimpin Indonesia untuk kedepannya dan menggunakan sebaik mungkin hak pilih
yang dimiliki oleh setiap individu. Selain itu, perlu adanya peningkatan literasi media dari masyarakat khususnya
terkait dengan perkembangan pemilu. Sebagai
generasi muda kita juga harus memiliki pemikiran yang kritis terhadap
pemilu tahun ini, karena dengan adanya wawasan yang dimiliki oleh generasi muda
mengenai politik akan berdampak pada pendidikan politik bagi masyarakat karena
kita tahu bahwa Indonesia membutuhkan generasi muda yang melek akan politik .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar