Jumat, 11 Juni 2021

Kata Mereka

Kata Mereka

Sudah setahun lebih pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia. Sejak awal pandemi, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembelajaran jarak jauh atau yang biasa disebut pembelajaran daring (dalam jaringan) di seluruh jenjang pendidikan. Mahasiswa Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Yogyakarta pun tak luput terpengaruh atas kebijakan ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa Pendidikan Sosiologi  yakni saudara/i Ayu Melani, Anggi Prihantoro, dan Jasmine Nur Palupi dari angkatan 2018, 2019, dan 2020, beginilah pendapat mereka mengenai perkuliahan daring selama masa pandemi COVID-19.

Perkuliahan daring diakui Ayu Melani sangat mempengaruhi mood dan semangat dalam berkuliah. Hal ini karena pembelajaran daring membutuhkan kemampuan belajar mandiri yang sukar dijalani mahasiswa yang biasanya lebih bersemangat saat berinteraksi langsung dalam pembelajaran luring. Senada dengan pengakuan Ayu Melani, Jasmine Nur Palupi juga mengakui hal yang sama bahwa perkuliahan secara daring membuatnya lebih sulit untuk memahami pembelajaran. Berbeda dengan kedua narasumber sebelumnya, Anggi Prihantoro mengungkapkan pendapat lain. Anggi mengaku perkuliahan secara daring ini menarik karena banyak hal baru yang ia peroleh dalam setiap perkuliahan.

Kegiatan perkuliahan yang dilakukan secara daring membutuhkan fasilitas yang berbeda dari perkuliahan secara luring yang kebanyakan perlu disediakan sendiri oleh mahasiswa. Ketersediaan jaringan internet adalah salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran secara daring. Kendala jaringan internet sampai saat ini masih menjadi masalah besar bagi kebanyakan narasumber. Ayu Melani mengatakan bahwa permasalahan jaringan internet sangat merepotkan utamanya jika kita sudah sangat bersemangat dalam belajar, tetapi jaringanya justru mengalami masalah. Kuota internet juga menjadi permasalahan karena pemberian kuota dari Kemendikbud dianggap masih kurang untuk memenuhi keperluan pembelajaran. Anggi Prihantoro juga menyebut kondisi pembelajaran dalam ruang tatap maya juga kurang mendukung mahasiswa untuk aktif berdiskusi sehingga diskusi dalam perkuliahan berlangsung monoton. Selain itu, mahasiswa yang melakukan perkuliahan daring di rumah seringkali mengalami konflik peran sebagai mahasiswa dan sebagai anak, karena anggota keluarga yang kurang paham bahwa kegiatan perkuliahan tetap dilakukan walaupun secara online dan mengira mahasiswa tersebut tidak memiliki pekerjaan untuk diselesaikan.

Meski begitu, perkuliahan secara daring diakui Ayu Melani memiliki dampak positif karena membuatnya terbiasa belajar mandiri. Meskipun pada awalnya ia mengalami kesulitan dalam penerapan, karena masih mencoba beradaptasi. Namun, jika sudah terbiasa, lama kelamaan justru akan merasa nyaman dan menikmati proses perkuliahan yang berlangsung. Dari perkuliahan daring ini pula, ketiga narasumber kami sama-sama setuju bahwa perkuliahan model ini membantu mereka mengenal berbagai media pembelajaran yang belum pernah dicoba sebelumnya.

Anggi dan Jasmine menyarankan agar metode perkuliahan daring dapat dibuat lebih interaktif atau dicampur dengan metode pembelajaran lain agar mahasiswa tidak merasa jenuh. Saran tersebut dapat dimengerti karena kejenuhan dalam proses pemebelajaran bisa mempengaruhi motivasi belajar para mahasiswa. Di akhir obrolan kami dengan narasumber, ketiga narasumber, mengharapkan pandemi dapat segera usai karena perkuliahan daring perlahan membuat mahasiswa merasa jenuh. “Semoga pandemi lekas berakhir dan dapat belajar secara offline lagi ya,” tutur Ayu Melani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar