Kata Mereka
Sudah setahun lebih
pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia. Sejak awal pandemi, pemerintah mengeluarkan kebijakan
pembelajaran jarak jauh atau yang biasa disebut pembelajaran daring (dalam
jaringan) di seluruh jenjang pendidikan.
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Yogyakarta pun tak luput
terpengaruh atas kebijakan
ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa Pendidikan
Sosiologi yakni saudara/i Ayu Melani, Anggi Prihantoro, dan Jasmine Nur
Palupi dari angkatan
2018, 2019, dan 2020, beginilah pendapat mereka mengenai perkuliahan daring selama masa pandemi COVID-19.
Perkuliahan daring diakui Ayu Melani sangat
mempengaruhi mood dan semangat dalam
berkuliah. Hal ini karena pembelajaran daring
membutuhkan kemampuan belajar mandiri yang sukar dijalani mahasiswa yang biasanya lebih bersemangat saat
berinteraksi langsung
dalam pembelajaran luring.
Senada dengan pengakuan Ayu Melani, Jasmine Nur Palupi juga mengakui hal yang sama bahwa
perkuliahan secara daring
membuatnya lebih sulit untuk memahami pembelajaran. Berbeda dengan kedua
narasumber sebelumnya, Anggi Prihantoro mengungkapkan pendapat lain. Anggi mengaku perkuliahan secara daring ini menarik karena banyak hal baru yang ia peroleh dalam setiap perkuliahan.
Kegiatan perkuliahan
yang dilakukan secara daring
membutuhkan fasilitas yang berbeda dari perkuliahan secara luring
yang kebanyakan
perlu disediakan sendiri oleh mahasiswa. Ketersediaan jaringan internet adalah salah satu hal
yang penting dalam proses
pembelajaran secara daring.
Kendala jaringan
internet sampai saat ini
masih menjadi masalah besar bagi kebanyakan narasumber. Ayu Melani mengatakan bahwa permasalahan jaringan internet sangat merepotkan utamanya jika kita sudah sangat bersemangat dalam
belajar, tetapi jaringanya
justru mengalami masalah. Kuota internet juga menjadi permasalahan karena
pemberian kuota dari Kemendikbud dianggap masih kurang
untuk memenuhi keperluan pembelajaran. Anggi Prihantoro juga menyebut kondisi pembelajaran dalam ruang tatap maya
juga kurang mendukung mahasiswa untuk aktif berdiskusi sehingga diskusi dalam
perkuliahan berlangsung monoton. Selain itu, mahasiswa yang melakukan
perkuliahan daring di
rumah seringkali mengalami konflik peran sebagai mahasiswa dan sebagai anak, karena anggota keluarga
yang kurang paham bahwa kegiatan perkuliahan tetap dilakukan walaupun secara online dan mengira mahasiswa tersebut
tidak memiliki pekerjaan untuk diselesaikan.
Meski begitu,
perkuliahan secara daring
diakui Ayu Melani memiliki dampak positif karena membuatnya terbiasa belajar
mandiri. Meskipun pada awalnya
ia
mengalami kesulitan dalam penerapan, karena masih mencoba beradaptasi. Namun, jika
sudah terbiasa, lama kelamaan justru akan merasa nyaman dan menikmati proses
perkuliahan yang berlangsung.
Dari perkuliahan daring ini
pula, ketiga narasumber kami sama-sama setuju bahwa perkuliahan model ini
membantu mereka mengenal berbagai media pembelajaran yang belum pernah dicoba
sebelumnya.
Anggi dan Jasmine menyarankan agar metode
perkuliahan daring dapat
dibuat lebih interaktif atau dicampur dengan metode pembelajaran lain agar
mahasiswa tidak merasa
jenuh. Saran tersebut dapat dimengerti karena kejenuhan dalam proses
pemebelajaran bisa
mempengaruhi motivasi belajar para mahasiswa. Di akhir obrolan kami dengan narasumber,
ketiga narasumber, mengharapkan
pandemi dapat segera usai karena perkuliahan daring perlahan membuat mahasiswa merasa
jenuh. “Semoga pandemi lekas berakhir dan dapat belajar secara offline lagi ya,” tutur Ayu Melani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar