Jumat, 18 November 2011

Ada Jarak di antara Kita


Pada suatu minggu (6/11) saya dan dua orang teman memutari salah satu mall di Jogja untuk mencari resto sebagai perayaan ulangtahun. Lewat dua jam, kami pun memutuskan makan di salah satu restoran cepat saji. Saat sedang menunggu pesanan, datanglah sekeluarga kecil yang tampak harmonis (menghabiskan akhir pekan bersama) dan duduk tepat di samping kami.
Awalnya kami tak terlalu peduli dengan mereka hingga ada suatu keanehan yang kami tangkap dari keberadaan keluarga tersebut. Ada yang kurang di balik kebersamaan mereka. Si suami/ayah sibuk bermain gadget, istri/ibu melihat-liha daftar menu lalu diam terbengong memandang sana-sini, dua orang anak sibuk bermain dengan pengasuh. Mereka asyik dengan aktivitasnya masing-masing. Kurang ada komunikasi dua arah yang kemudian menghangatkan mereka di akhir pekan. Pun jika ada itu terasa serius dan canggung.
Fenomena tersebut tidak berhenti pada keluarga kecil di samping saya. Setelahnya kami memperhatikan lebih detail keberadaan orang-orang dalam restoran tersebut. Kami pun mendapatkan keadaan yang sama pada meja di belakang keluarga tadi, sepasang kekasih dengan keluarga laki-laki. Interpretasi awal kami adalah bahwa si laki-laki sedang memperkenalkan pacarnya pada ibu dan adik perempuannya.
Terjadi komunikasi yang cukup nyaman antara sepasang kekasih itu. Wajar, namanya juga dimabuk asmara. Namun komunikasi itu tidak menjamur pada ibu dan adik perempuan. Ibu terlihat bingung dan hanya menikmati pemandangan restoran, sedangkan si adik asyik olahraga jempol. Tidak ada kenyamanan interaksi dari pihak perempuan terhadap ibu, ataupun laki-laki itu sendiri.
Penggalan dua kisah itu kemudian membuat saya berpikir, apakah iya komunikasi sudah menjadi barang yang mahal? Apakah iya terjadi disfungsi pada teknologi komunikasi?
Dewasa ini komunikasi kian berkembang seiring munculnya teknologi-teknologi pendukung. Sebut saja handphone, internet, dan televisi. Tiga media tersebut menjadi alat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi maupun memperoleh informasi. Kemunculannya pun memang sengaja ditujukan untuk mengatasi “ruang”, pembatasan jarak dan waktu.
Budaya elektronik memang menawarkan lebih banyak keluwesan dan cakupan dalam konstruksi proyek identitas (Barker, 2011: 329). Mereka (baca: media) memberi kita keleluasaan untuk mengekspresikan diri. Seperti tak ada larangan untuk tertawa terbahak-bahak, meski dalam rumah sakit sekalipun. Demikian pula ketika kita mendeskripsikan diri dengan sosok “harapan”; menjadi humoris, blak-blakan, perhatian, pintar, dan karakter menyenangkan lainnya.
Pembicaraan unik tersebut akan menciptakan sebuah dunia dan realitas baru bagi orang lain yang turut berpartisipasi (Goffman, dalam Giddens, 2008: 124). Pembentukan sosok “harapan” pun lebih mudah tercipta pada orang-orang baru atau “orang-orang tak terlihat” yang masih menebak karakter.
Di sisi lain ketika pelaku merasakan kepuasan dari kenyamanan jalinan dalam dunia maya, di saat itu juga dia lupa pada dunianya yang nyata. Wirth mengungkapkan bahwa kehidupan kota didasarkan pada adanya sejumlah besar orang yang hidup berdekatan tanpa benar-benar mengenal satu sama lain (Barker, 2011: 315). Teknologi komunikasi yang bertujuan untuk mengatasai jarak pada interaksi, justru menciptakan jarak yang paling dekat itu sendiri. Keterbukaan yang lebih pada dunia maya telah menutup keberadaan orang di sekitar.
Robert K. Merton pun mengatakan bahwa terkadang kita tahu bahwa hal itu memang benar, tetapi kita tidak tahu kalau hal itu bermakna” (Giddens, 2008: 111). Komunikasi telah menjadi hal yang berharga sekaligus mahal untuk dimiliki. Komunikasi elektronik meminta upah atas jasanya menyatukan orang-orang yang tak setempat, namun kebersamaan dalam sebuah pertemuan tidak bisa diganti dengan alat secanggih apapun.

REFERENSI
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Terj. Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi
Wacana
Giddens, Anthony, dkk. 2008. Sosiologi: Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Terj. Ninik
Rochani Sjams. Yogyakarta: Kreasi Wacana


oleh: malam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar