Pergeseran Makna Budaya di Tengah Modernisasi
Oleh: Nuriyah Hanik Fatikhah
Tak dipungkiri eksistensi wayang di
tengah anak muda saat ini kalah populer dengan campursari organ tunggal ataupun
dangdut. Faktor properti dan biaya yang relatif murah menjadi salah satu
penyebab organ tunggal menjadi lebih dipilih masyarakat sebagai seni penghibur
dalam suatu acara seperti pernikahan, lahiran, sunatan ataupun acara lain.
Fenomena ini menjadikan wayang
mencoba dikembangkan dengan menggabungkan musik dangdut dengan pertunjukan
wayang kulit, memainkan musik dangdut dalam beberapa pertunjukan membuat wayang
tidak lagi murni menjadi media penutur nilai-nilai kebaikan serta kearifan
lokal pada setiap jalan ceritanya namun berubah menjadi media seni yang hanya
sebagai hiburan semata. “Wayang sekarang hanya mementingkan keseruan saja tanpa
mentaati peraturan yang ada dalam dunia perwayangan dan persindenan. Padahal
nilai-nilai yang dikandung dalam wayang sangat tinggi, namun sekarang
nila-nilai itu tidak sampai kepada penonton”. ungkap Monica Dewi Indah Sari
seorang sinden sekaligus penyanyi dengan genre musik dangdut, pop dan jazz.
Adanya perkembangan zaman serta
stigma bahwa dangdut merupakan musik yang merakyat membuat popularitasnya naik
ditengah masyarakat baik anak muda maupun orang tua hal ini juga merupakan
faktor menurunya eksistensi Wayang. Dangdut sendiri merupakan kebudayaan
Indonesia, lahir pada tahun1986 dengan pelaku dangdut yaitu Rhoma Irama.
Sebelum menjadi eksis lagi, musik
dangdut mendapat stigma sebagai musik kampungan dan musik orang-orang kelas
bawah, namun pada akhir dekade ini musik dangdut ramai dan digemari kembali dan
tentu saja dengan pengemasan yang berbeda.
Baik wayang atau Dangdut keduanya
merupakan budaya bangsa Indonesia walaupun keduanya lahir pada zaman yang
berbeda. Kebudayaan harus tetap dijaga dan dilestarikan atau bahkan
dikembangkan selagi tidak merubah tujuan serta nilai-nilai yang seharusnya
terkandung di dalamnya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar