Senin, 06 Januari 2020

Fiksi: Puisi


Kesangsian Secangkir Kopi
Oleh Desi Indriyani
Cakrawala  menguning jingga
Menebar  beku di jiwa
Kala langkah kian sesak menyela
Menenggak kopi hanyalah sandiwara


Sangsi merangsang ulu hati 
Kala kopi mengalir menuju usus dua belas jari 
Menyerang kantuk hingga mati 
Pahitnya  terasa menari, diriku enggan tuk lari

Purworejo, 22 November 2019



Mencari... 
Oleh Hesty Nadia Pratiwi
 
Ku mengarungi lautan menuju pulau cerita
Menemukan seorang insan sedang bercengkrama
Dengan penciptaannya yang begitu mesra, sedang
Ku bingung kemana arah mencari
Waktu seakan mengejarku
Ku tak tahu bagaimana lagi
Detik demi detik
Hari demi hari
Seakan ku tak kunjung mencari
Menelusuri bumi yang kelam ini
Ku bingung
Apa arti semua ini
Kemana...kemana ku harus mencari
Lelah...ku tak sanggup menanti
Seakan terarah...
Langkah kaki berjalan tertata rapi
Menyelinap ke kota para pencari ilmu
Untuk memecah suatu misi...
Kembali pulang ke pulau awal mengudara tinggi
Bersama burung besi, nampak jelas gumpalan awan
Takjubku atas semua ini
Kota ini..kotanya para pejuang negeri
Sampailah aku dititik ini..
Perjalanan, perjuanganku masih panjang
Penuh liku dan rintang
Ku harus, harus terus melangkah
Tuk berjuang hingga menang dan
Pulang pun dengan tenang.



Resah
Oleh Daud Ibrahim

Malam biru berkawan bulan setengah.
Binar indah bunga api merah.
Jadi penutup kisah dan awal sebuah resah.

Sekilas bayang memandang hitam.
Di bibir jalanan tempat pejalan kaki berdiri.
Menanti dia yang sudah sendiri.
Sendiri dia yang menanti sudah pergi.

Sepasang mata yang dulu sampaikan dogmanya pada hati.
Kini berbalik dan mulai membuka kembali dialektika soalan lama.

Bisakah kamu melogikakan rasa?
Menjadikan satu antara benci dan cinta?
Atau menempatkan dua cinta dalam satu hati?
Atau jadikan hati sebagai tempat dua benci?

Dialog panjang berjalan sepanjang jalan.
Hati tetap ingin percaya, walaupun mata sudah berbicara.
Yogyakarta, 14 September 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar