Opini: Revolusi Industri 4.0 dan Kebebasan Manusia yang Dikebiri

Revolusi Industri 4.0 dan Kebebasan Manusia yang Dikebiri

Oleh: Riselda Jandi

Apa yang anda pikirkan ketika menemui narasi “Revolusi Industri 4.0... bla bla”? suatu kondisi dimana teknologi tengah berkembang pesat? Konstruksi masyarakat yang mengalami perubahan? Kemajuan berpikir umat manusia? Pemikiran-pemikiran demikian memang begitu lazim kita temui. Berbicara tentang revolusi industri 4.0 kita juga akan berbicara tentang kemajuan berpikir umat manusia yang terlibat di dalamnya, karena kemajuan berpikir tersebut adalah sebuah keniscayaan. Sebuah bangsa tidak akan pernah bisa mencapai tahap baru dalam perjalanan hidupnya tanpa terlebih dahulu mengalami kemajuan dalam berpikirnya.  Begitu pula Indonesia, ketika ia mendeklarasikan bahwa dirinya telah memasuki era revolusi industri 4.0 maka seharusnya kemajuan berpikir segenap umat yang mengisi ruangnya telah mengalami kemajuan berpikir yang telah kita bicarakan tadi. Mari kita lihat kemajuan berpikir seperti apa saja yang seharusnya dialami ketika kita memasuki era revolusi industri 4.0. Kemajuan berpikir tersebut memiliki banyak bentuk, salah satu bentuk kemajuan berpikir yang juga sangat diperlukan pada era revolusi industri 4.0 adalah kemampuan seseorang untuk memiliki pemikiran yang terbuka untuk menghargai perbedaan. Kemampuan untuk menghargai perbedaan dinilai penting karena, revolusi industri 4.0 tidak saja membawa perubahan di bidang teknologi saja tetapi lebih dari itu konstruksi sosial juga akan berubah.

Contohnya ketika dahulu jauh sebelum Indonesia memasuki era revolusi industri 4.0 pekerjaan di sektor publik hanya dapat dipegang oleh laki-laki, hari ini perempuan pun dapat melakukan hal yang sama. Atau misalkan ketika dahulu laki-laki maupun perempuan harus melakukan pekerjaan, atau memiliki passion dibidang tertentu yang sesuai dengan standar yang diterapkan menurut masyarakat hari ini cerita tersebut telah lama usai. Saat ini baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang benar-benar sama untuk dapat melakukan pekerjaan di sektor publik. Mereka dapat melakukan pekerjaan atau hobi apapun yang mereka sukai tanpa harus memandang apa jenis kelamin mereka. Seorang perempuan sangat diperbolehkan menjadi presiden apabila ia mau, begitu pula dengan laki-laki ia dapat menjadi seorang kepala rumah tangga sekaligus chef handal bagi keluarganya apabila ia memang ingin melakukannya. Dalam hal ini kita juga sekaligus sedang berbicara mengenai kebebasan, tujuan utama mengapa dalam era revolusi industri 4.0 seseorang tidak saja dituntut untuk memiliki kemajuan berpikir dalam hal kognitif melainkan juga dalam hal menghargai perbedaan adalah agar tidak ada lagi kebebasan seseorang yang terkebiri karena standar yang diterapkan masyarakat dan terlanjur terlegitimasi budaya.

Namun sayang, saat ini di masyarakat kita belum sepenuhnya memiliki kemajuan berpikir yang ideal seperti diatas. Masih banyak orang yang memiliki kecerdasan dibidang kognitif namun masih kesulitan untuk menghargai perbedaan. Apabila sudah seperti ini harapan agar kebebebasan manusia untuk berkiprah dan berkembang sesuai apa yang mereka inginkan tidak terkebiri tentu akan sulit. Kita memerlukan lebih banyak manusia yang tidak saja cerdas namun juga dapat menghargai keberagaman. Keberagaman dalam bentuk apapun, baik itu passion seseorang, fakta bahwa ada dua jenis kelamin yang dapat bekerja di sektor publik, atau bahkan keberagaman yang menyoal budaya. Memang tidak semua orang memiliki sikap intoleran seperti ini, namun kita masih sangat membutuhkan lebih banyak orang yang mampu memandang keberagaman sebagai sesuatu yang wajar lebih banyak lagi. Untuk merealisasikan hal tersebut kita bisa memulai dari diri  sendiri, kemudian berlanjut ke orang terdekat kita. Namun satu pihak kunci yang paling penting untuk memulai tujuan mulia ini tentu saja diri kita sendiri karena apalah artinya lolongan kita ke orang lain apabila jauh di dalam diri kita pemahaman akan hal ini masih dipertanyakan.